Penahanan yang terkesan memaks oleh mabes polri kepada dua pimpinan Non aktif KPK Bibit samad riyanto dan Chandra M hamzah pada 29 Oktober 2009 yang lalu,telah menabur simpati yang besar kepada lembaga KPK.pada saat bersamaan timbul antipati terhadap lembaga kepolisian (+Kejaksaan) yang secara tidak langsung telah menunjukkan upaya memberi pelajaran (balas dendam?) kepada cicak (KPK) karena berani beraninya mempidanakan mantan Dubes RI untuk Malaysia Jendral polisi Rusdihardjo,yang tak lain adalah mantan Kapolri.Rusdihardjo mendapat 2,5 tahun pidana atas kasus pungutan liar kepada para TKI dan TKW yang dilakukan di Kedubes RI di Malaysia.
Memanglah terlalu fanatik bila memegang prinsip penghormatan kepada institusi dan simbolnya,karena mereka akan marah bila simbol,sesepuh atau tokoh sentralnya mendapat hukuman.ada kalanya mereka akan kehilangan logika mana yang benar dan mana yang salah.paham atau prinsip seperti ini masih banyak dianut oleh orang Indonesia,dan tak terkecuali petinggi polri.sebut saja Kabareskrim mabes polri Susno duadji,dalam email kepada sesepuhnya ia mengatakan ingin memberi pelajaran kepada petinggi KPK yang berani menghukum gurunya,Rusdihardjo,tentunya.
Itu bukanlah satu satunya alasan mengapa Jendral berbintang dua ini geram dengan petinggi KPK.hal lain yang membuat Susno duadji semakin geram adalah ketika pembicaraannya via telepon seluler mengenai kasus Bank Century disadap oleh KPK.dari sinilah petinggi polri tidak segan segan melontarkan suatu peringatan bahwa jangan harap cicak(KPK) bisa mengalahkan buaya(POLRI).
Dari sini saya pribadi berpendapat,seandainya kemarin KPK tidak kalah cepat menetapkan Susno duadji sebagai tersangka(karena kabareskrim Mabes polri ini menemui Anggoro widjaya yang jelas2 buronan KPK,Susno menemui Anggoro di Singapura pada 10 Juli 2009)ceritanya tak akan menggelinding bak bola salju seperti sekarang ini,sebelum sang buaya sudah benar2 akan menelan cicak hidup hidup. Namun sementara ini kita sedikit berharap kepada Tim independen pencari fakta yang tadi dibentuk oleh Presiden.semoga tidak seperti TPF TPF kasus yang sudah sudah,yang hanya menina bobokan antusiasme masyarakat belaka.saat inilah reputasi sang presiden sedang di pertaruhkan,apakah presiden benar benar memerangi korupsi,(walaupun harus mengganti beberapa pejabat tingginya) atau mau berdamai dengan kaki tangan para koruptor yang memang mendesain drama hukum pada panggung opera yang berjudul cicak melawan buaya ini.
Kali ini saya bangga menjadi cicak,dan seumur-umur saya tak akan pernah ingin menjadi buaya!.
2.11.09
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar