25.2.10
NU harus Berpolitik Kebangsaan,bukan Politik Kekuasaan!
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Kamis, Februari 25, 2010
Banyak tantangan yang akan dan harus dihadapi NU masa depan. Di antaranya perbaikan organisasi, peran NU dalam politik kebangsaan, serta mengembangkan pemikiran Aswaja dalam masalah perekonomian. Untuk perbaikan organisasi, hal-hal yang harus dilakukan di antaranya mengubah paradigma dari orpol menjadi ormas keagamaan; lalu menghilangkan pragmatisme dalam bentuk politik uang dan menumbuhkan kembali ruh jihad NU yang sudah amat merosot. Menumbuhkan rasa saling percaya antartokoh NU.Lalu mengevaluasi kelemahan organisasi NU dengan mengkaji keberhasilan sejumlah PCNU dan PWNU yang maju, serta keberhasilan Muslimat NU dan ormas Islam lain serta organisasi nirlaba Islam seperti dompet dhuafa, YDSF. Berikutnya mendayagunakan banom, lajnah dan lembaga di dalam NU dengan mendorong dan membantu di mana diperlukan. Para Ketua PBNU diberi tugas koordinasi banom, lembaga, lajnah dan wilayah. Mereka diminta menyusun program tahunan yang harus dievaluasi setiap tahun. Peran para ketua PBNU harus ditingkatkan, sedang Ketua Umum menjadi semacam kapten dalam kesebelasan sepakbola, bukan seperti pemain tunggal. Ketua lajnah dan lembaga yang dipilih haruslah orang yang punya rekam jejak dan prestasi yang nyata serta punya komitmen kuat. Untuk meredam dan mengurangi gesekan di antara tokoh NU di berbagai tempat, perlu penegasan posisi NU dalam politik kepartaian. Perlu rumusan khittah NU di bidang politik yang tidak multitafsir. NU harus berdiri di atas semua parpol. Struktur NU tidak boleh melibatkan diri ke dalam politik praktis. Kalau ada tokoh struktur NU menjadi calon dalam Pilpres/Pilkada, harus mundur dari posisi di dalam struktur NU. Struktur NU tidak boleh mendukung calon mana pun di dalam Pilpres/Pilkada. Kalau ada struktur NU yang melanggar ketentuan itu, perlu diatur adanya sanksi. Perbaikan berikutnya, yakni menegaskan posisi wilayah kewenangan Syuriyah dan Tanfidziyah. Harus diperjelas kegiatan mana yang termasuk kebijakan (wilayah Syuriyah), dan mana kegiatan yang termasuk operasional atau pelaksanaan kebijakan (wilayah Tanfidziyah). Organisasi juga harus memanfaatkan sebanyak mungkin potensi ilmuwan dan profesional di dalam kalangan Nahdliyin, khusunya di kalangan muda. Merumuskan sistem kaderisasi berjenjang dan melaksanakannya. Kaderisasi jangan seperti mencetak kader politisi yang pragmatis, tetapi kader pemimpin yang punya karakter dan integritas serta berorientasi karya nyata. NU juga harus aktif berpolitik kebangsaan/politik kemasyarakatan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, bukan politik kepartaian/politik kekuasaan. Di sisi lain, menyampaikan pikiran atau gagasan untuk menyelesaikan masalah bangsa/daerah, tidak hanya dalam masalah agama tetapi juga dalam banyak masalah lain seperti masalah ekonomi, lingkungan, pendidikan, buruh migran, pertanian, dll. NU punya potensi untuk melakukan hal itu. Banyak sekali ilmuwan atau akademisi dari kalangan NU di dalam berbagai bidang keilmuan yang tersebar di berbagai PTN/PTS tetapi tidak terdata dan tidak dimanfaatkan. Juga menginventarisasi UU, peraturan dan kebijakan yang merugikan rakyat kecil (yang notabene sebagian besar adalah warga NU), lalu menyusun alternatif perbaikan dan memperjuangkannya melalui saluran warga NU yang aktif di dalam DPR dan DPRD.( Bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar