15.4.10

Kerusuhan Priuk bukti Penguasa tidak Menghormati budaya Masyarakat



"Apa yang terjadi di Tanjungpriok kemarin semakin menjelaskan kepada kita, bahwa elite penguasa di negeri ini tidak bisa menghargai nilai-nilai yang berkembang dan dihormati masyarakatnya," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih(GIB) Adhie Massardi,di Jakarta.
Lebih lanjut Adhie menjelaskan pengosongan paksa areal makam Mbah Priok oleh polisi dan satpol PP dengan cara-cara kekerasan tidak saja telah melukai hati rakyat namun juga sudah mengoyak nilai-nilai yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. "Bagi masyarakat, makam bukan hanya sekedar kuburan. Apalagi makam seorang tokoh yang sangat dihormati seperti Mbah Priok," kata Adhie dengan gemas. Menurut Adhie, makam mbah Priok mempunyai nilai tersendiri bagi masyarakat. Karena itu tambahnya jika penguasa sudah tidak menghormati nilai-nilai dalam masyarakat bagaimana akan bisa menghormati hak-hak masyarakat yang dipimpinnya. "Jadi kalau nilainya saja tidak dihormati, bagaimana penguasa bisa menghormati hak-hak masyarakatnya?" kata Adhie. Adhie juga menjelaskan dalam persoalan penghormatan atas nilai-nilai dalam masyarakat.
seharusnya kita bisa mencontoh mantan Presiden KH.Abdurahman Wahid atau Gus Dur.Gus Dur sangat menghormati nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.Karena itulah, Gus Dur selalu melekat di hati masyarakat Indonesia bukan saja sebagai tokoh pluralisme bangsa tapi juga sebagai tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.




Sebelumnya Ketua Umum PBNU Prof.DR.KH Said Aqil Siraadj juga mengungkapkan keprihatinan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu terkait bentrokan yang menelan sejumlah korban tersebut. Ia berharap semua pihak menahan diri dari perilaku kekerasan dan mencoba mencari solusi yang lebih baik dan damai dalam menyelesaikan persoalan makam Mbah Priok, termasuk mendesak dilakukannya musyawarah yang melibatkan unsur terkait,termasuk ahli waris dan tokoh agama.Di tempat terpisah, pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok, KH Hasyim Muzadi, mengatakan, tragedi Priok merupakan puncak gunung es berbagai masalah yang muncul di masyarakat. “Ini puncak gunung es. Ada banyak masalah di situ, mulai masalah makam tokoh, ekonomi masyarakat, dan citra Satpol PP itu sendiri,” kata Hasyim Muzadi kepada wartawan di Rumah Makan Handayani, Jakarta, Jumat (16 /4) kemarin. Menurutnya, rakyat tidak pernah mendesain suatu aksi kerusuhan. Karena itu, tragedi Priok sebenarnya hanya spontanitas saja. Rakyat, katanya, hanya melakukan reaksi terhadap apa yang menimpa mereka selama ini sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. “Jadi ada kejengkelan yang telah lama. Kejengkelan ini bertemu dengan kejengkelan lain ketika masalah dasar mereka terusik. Rakyat tidak pernah mendesain suatu aksi kekerasan. Mereka hanya melakukan reaksi,” jelas mantan Ketua Umum PBNU ini. Meski demikian, Hasyim tak setuju jika Satpol PP dibubarkan, karena penertiban masih dibutuhkan. Hanya saja, cara melakukan penertiban yang harus diperbaiki, karena kekerasan justru akan menimbulkan kekerasan lain. “Kalau dibubarkan jangan. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya melakukan penertiban tanpa kekerasan. Jadi pendekatannya harus bagus,” ungkapnya. Oleh sebab itu Hasyim mendesak segera dilakukan pembenahan di tubuh Satpol PP. Metode perekrutan anggota juga harus ditata rapi. “Harus ada seleksi ketat untuk menjadi Satpol PP. Kalau pendidikan anggota Satpol PP tinggi, cara mendekati rakyat pasti lebih bagus,” paparnya. Dikatakan, citra Satpol PP yang semakin memburuk di mata rakyat juga berdampak buruk kepada citra pemerintah, terutama Presiden SBY. “ Perlu adanya moralisasi Satpol PP. Jika pembenahan tidak dilakukan, akan memperberat beban citra Presiden SBY,” jelasnya. Bukan preman Mendagri Gamawan Fauzi menanggapi saran itu. Untuk itu dia mengatakan para personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bukanlah gerombolan preman atau remaja pelaku tindak kriminal. Mereka merupakan warga negara yang berpendidikan cukup dan telah melalui pendidikan hukum sebagai bekal melaksanakan tugas- tugasnya. “Ada yang bilang Satpol PP merekrut preman, tidak bisa begitu,” kata Mendagri Gamawan Fauzi di Istana Negara, Jl. Veteran, Jakarta, Jumat kemarin. Menurut mantan gubernur Sumatera Barat ini, untuk dapat menjadi anggota Satpol PP seseorang wajib menyelesaikan pendidikan minimal SLTA dan berusia 21 tahun. Melihat persyaratan ini jelas remaja tidak mungkin diterima menjadi anggota. “ Anggotanya sudah dewasa dan berpendidikan. Di dalam melaksanakan tugas tidak boleh mengabaikan hal-hal terkait hukum,” tegasnya. Peraturan dan UU juga tegas mengatur batasan wewenang tugas anggota Satpol PP. Yakni melakukan penegakan peraturan daerah yang ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dan tidak terlibat dalam eksekusi hukum. Bila memang ada kekurangan, maka lebih dilakukan perbaikan. “Kalau dibubarkan, saya kira akan menimbulkan masalah baru. Siapa nanti yang menertibkan kalau trotoar diisi pedagang kaki lima? Bagaimana kalau orang memasang iklan seenaknya?” katanya. Gamawan Fauzi menyatakan keberadaan Satpol PP masih dipertahankan. Pasalnya, Satpol PP masih bisa mewujudkan keamanan dan ketenteraman daerah. “Jadi bukan tertib saja, tapi juga tenteram,” katanya. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, fungsi Satpol PP selain menjaga keamanan dan ketenteraman, juga menegakkan peraturan daerah. Pada era desentralisasi ini, banyak produk peraturan daerah yang perlu dijamin, seperti penertiban tata ruang. Atas dasar itu, maka dibentuklah Satpol PP. Karena itu bila sekarang masyarakat meminta Satpol PP dibubarkan, menurut dia, siapa lagi yang akan menegakkan peraturan daerah, seperti penertiban dan mewujudkan ketenteraman masyarakat. “Kalau ada kekurangan maka dilakukan pembenahan,” ujarnya. Gamawan kembali membantah bila Pemda hanya merekrut preman sebagai Satpol. Sebab, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 , Satpol PP setidaknya tamat SLTA dan berusia 21 tahun, sudah dewasa, dan berpendidikan. “Semua sudah diatur,” ujarnya. Menkum & HAM Patrialis Akbar juga menilai senada. Keberadaan Satpol PP masih dianggap perlu. “Tidak ada rencana pembubaran, Satpol PP itu dibutuhkan,” kata Patrialis di kantornya, Jl. H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat kemarin. Namun, Patrialis meminta dalam setiap tugasnya, Satpol PP berkoordinasi terlebih dulu, terutama bila menghadapi eksekusi yang besar. “Harus juga koordinasi dengan ahli waris, dengan Kejaksaan. Kalau perlu dengan tentara,” tegasnya. Patrialis juga berharap, Satpol PP dapat kembali kepada fungsi awalnya yakni membantu keamanan dan ketertiban masyarakat. “Jadi tidak bisa digunakan sebagai alat oleh lembaga-lembaga lain, ” tegasnya. Peran Satpol PP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 /2010 tentang Satpol PP yang merupakan turunan dari UU No. 32 /2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalam Bab II pasal 2 , secara tegas menyatakan Satpol PP dibentuk untuk penegakan Perda di setiap provinsi dan kabupaten. Dibimbing psikolog-sosiolog Pemprov DKI Jakarta mengakui para anggota Satpol PP tidak pernah dilatih menggunakan cara- cara yang lebih lunak untuk menghadapi masyarakat. Karena itu, ke depan mereka akan mendapatkan bimbingan dari sosiolog dan psikolog. “Jadi mesti ada bimbingan-bimbingan tertentu yang diberikan ahli sosiologi, psikolog, sehingga mereka bisa melihat situasi dengan mempertimbangkan yang terbaik dan yang paling tepat,” kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo usai salat Jumat di Kompleks Balaikota, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Menurut Foke, selama ini Satpol PP cenderung melakukan pendekatan secara fisik kepada masyarakat. Mereka tidak pernah mengenal pendekatan yang lebih persuasif saat melakukan upaya penertiban. Padahal, lanjut Foke, kedua metode itu harus seimbang. “Jadi tidak semata- mata mengandalkan, katakanlah otot. Tapi mengkombinasikan secara berimbang,” katanya. Foke menjelaskan, pihaknya juga sedang mempertimbangan untuk meminta saran dari Kepolisian untuk melatih para anggota Satpol PP. Namun, bukan berarti saran polisi akan dipraktikkan seluruhnya. “Kan polisi punya pengalaman yang banyak sekali. Tapi bukan berarti kita melaksanakan apa yang polisi sarankan,” katanya. Sementara itu Polda Metro Jaya hingga kini belum menerima pelaporan resmi dari Habib Rizieq terkait Satpol PP berpangkat melati dua dengan inisial ‘G’. Habib menyebut G saat mediasi di Balai Kota, kemarin. Dalam mediasi itu, Habib Rizieq mengancam akan melaporkan oknum G yang menurutnya telah diperingatkan beberapa kali oleh ustadz untuk menarik mundur anggotanya agar tidak terjadi bentrok berkepanjangan, namun oknum tersebut tetap bersikukuh mengajak perang. Polisi juga masih mempelajari insiden berdarah saat penggusuran areal makam Mbah Priok pada Rabu lalu. “Belum ada yang dipanggil untuk dimintai keterangannya. Kami masih mempelajari kasus tersebut untuk menentukan langkah hukum selanjutnya mengenai pihak yang bertanggung jawab,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar saat dihubungi wartawan, Jumat kemarin.

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!