27.4.10
Pesantren masih tetap menjadi Garda Nahdliyyin
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Selasa, April 27, 2010
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai jami’iyyah, saat ini mendapatkan tantangan sebagaimana awal mula kemunculannya. Amalan-amalan yang selama ini diyakini kebenarannya seperti tahlil, manaqib, barzanji, ziarah kubur dan lain sebagainya, dinyatakan sebagai amalan bid’ah dan musyrik. Kelompok-kelompok yang tidak suka terhadap amalan NU ini juga gencar melakukan kampanye melalui radio dan media cetak seperti penyebaran buletin, buku, majalah dan lain sebagainya. Disamping itu mereka juga memanfaatkan masjid, mushalla, madrasah, dan majlis ta’lim sebagai media sosialisasi pemahaman wahabiah kepada jamaah NU.
Sebagaimana diungkapkan beberapa Kyai, pada saat Sarasehan Kyai NU Cirebon, saat ini sudah ada beberapa madrasah, masjid, mushalla dan majlis ta’lim yang sudah diambil alih pengelolaannya oleh kelompok wahabi ini. Pada awalnya mereka masuk ke berbagai kegiatan dan tempat seperti masjid, mushalla dan madrasah yang dikelola warga NU. Namun secara perlahan mereka mengambil alih dan melakukan perubahan-perubahan mendasar, seperti penggantian pengurus yang pada akhirnya merubah segala amalan Ke-NU-an yang selama ini dilakukan. Tahlil dan pembacaan barzanji yang biasa dilakukan setiap malam jum’at, diganti dengan ceramah dan tarbiyah dengan alasan tahlil dan pembacaan barzanji tidak memberikan manfaat. Demikian juga pembacaan puji-pujian setelah adzan dan pembacaan dzikir secara keras yang dilakukan bersama setelah shalat, dihilangkan karena dianggap sebagai praktek bid’ah.
Kalau di lihat kebelakang, keadaan yang terjadi sekarang ini, mengingatkan kita pada saat-saat awal kemunculan NU. Dimana latar belakang lahirnya NU adalah karena kebijakan Raja Saud dengan faham wahabinya, yang menghancurkan seluruh tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah seperti makam istri-istri, anak-anak dan sahabat Nabi Muhammad SAW, serta tempat bersejarah lainnya. Atas dasar itu, ulama-ulama pesantren yang tergabung dalam komite Hijaz, kemudian mengajukan keberatan dengan mendatangi raja Saud di Arab Saudi, dan meminta untuk tidak menghancurkan makam Nabi.
Usaha yang dilakukan komite Hijaz yang dipimpin Kyai Wahab Hasbullah ini, tidak sia-sia. Meski beberapa peninggalan bersejarah Islam dihancurkan, namun umat islam sampai saat ini masih bisa melihat dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW yang pada waktu itu juga menjadi target penghancuran. Raja Saud dengan faham Wahabinya, berdalih memurnikan ajaran islam dari praktek syirik dengan menghancurkan segala tempat yang dianggap umat islam sebagai tempat karomah dan memberikan barokah.
PERAN PESANTREN
Dengan melihat gambaran di atas, apakah ketika wahabi merajalela dan berada dihadapan kita, kita akan tinggal diam saja? Sekarang saatnya kalangan pesantren untuk merapatkan barisan, kuatkan jamaah agar jangan sampai terbawa pada faham mereka. Lalu kenapa pesantren yang harus maju? Karena dalam tradisi pesantren, santri dan kyai mempunyai ikatan yang sangat erat. Meski secara fisik seorang santri sudah tidak lagi belajar di pondok pesantren, namun secara bathiniyah hubungan antara guru dengan santri terus terjalin. Pesantren dengan jaringan alumninya yang tersebar dipelosok daerah, memiliki peran yang sangat strategis untuk membendung gerakan faham wahabi yang meski mengaku ahlussunnah namun pada hakekatnya mereka menghancurkan faham ahlussunnah wal jamaah.
Wahabi adalah faham yang berasal dari Saudi Arabia yang pertama kali dimunculkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Sehingga fahamnya kemudian disebut dengan wahabi. Sekarang faham ini dijadikan oleh Kerajaan Bani Saud sebagai faham tunggal yang resmi dianut di Arab Saudi. Secara umum faham ini dikenal dengan faham dengan gerakan pemurnian islam. Dalam prakteknya, mereka menyesatkan segala amalan dan bentuk peribadatan yang berbeda dengan faham mereka. Sehingga ketika ada praktek-praktek amalan seperti tahlil, pembacaan barzanji, manaqib, ziarah kubur itu dianggap sebagai amalan-amalan dan praktek-praktek ibadah yang sesat dan musyrik. Alasan yang dimunculkan adalah karena berbagai amalan tersebut tidak dilakukan oleh Nabi dan tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Mereka juga tidak mempercayai adanya syafa’at. Dan melarang wiridan (dzikir) dilakukan dengan suara keras. Bahkan mereka menerbitkan buku saku yang menguatkan dalil-dalil larangan membaca dzikir dengan suara keras.
Umumnya selama ini masyarakat muslim indonesia setelah subuh membaca dzikir dengan suara keras bahkan terkadang dengan menggunakan pengeras suara. Sehingga membuat kelompok wahabi ini gerah. Sehingga mereka kemudian mencaricari-cari dalilnya. Umat islam yang tidak memahami betul, pasti akan terbawa pada pemahaman wahabi ini, dan ini akan menjadi ancaman serius bagi kalangan pesantren. Orang-orang pesantren yang sudah memiliki amaliah yang sudah mapan, punya cara ibadah yang sudah mapan, tiba-tiba dikacaukan oleh kelompok wahabi ini.
Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa, orang minta syafa’at itu hukumnya boleh. Karena Nabi sendiri menganjurkan demikian. Sebagaimana dalam do’a yang dibaca setelah adzan “.....ati sayyidana muhammadanil wasihilata.... Dalam doa ini, umat islam dianjurkan untuk meminta syafa’at kepada nabi. Artinya manusia boleh meminta syafa’at kepada selain Allah Swt. Dalam banyak riwayat, terdapat hadits-hadits yang menyuruh manusia untuk meminta syafa’at kepada Nabi. “Barang siapa membaca shalawat akan mendapat syafa’at dari Nabi Muhammad SAW.
Mengenai ayat yang melarang dikir dengan jahr (suara keras), perlu dijelaskan bahwa menurut imam as-Syuyuthi, ayat ini adalah ayat Makkiyah. Ketika di Makkah, kondisi umat islam masih belum kuat dan segala aktivitas keagamannya selalu terancam karena masih banyak orang musyrik. Oleh karena itu, ketika dzikir dilakukan dengan keras, maka kalangan musyrikin akan semakin memusuhi Nabi. Untuk menghindari kebencian dan serangan dari kaum musyrikin Makkah, Allah memerintahkan Nabi untuk melakukan dzikir dengan tidak keras. Kedua, ayat ini digunakan sebagai dalil larangan membaca dzikir dengan suara keras, ketika disampingnya terdapat orang yang sedang membaca al-Qur’an. Jadi ayat ini tidak bisa dijadikan sebagai dalil bahwa orang membaca dikir tidak boleh dengan suara keras.
Pada kesempatan ini saya pesan kepada alumni dan kalangan pesantren agar menjaga mushalla, masjid, majlis ta’lim dan madrasah jangan sampai direbut oleh kelompok wahabi ini. Saya tegaskan ini, karena memang sekarang sudah sedemikian merajalelanya kelompok wahabi ini di lingkungan kita. Padahal orang tua kita dulu sampai mendatangi mereka ke Arab saudi hanya karena mempertahankan faham ahlussunnah wal jamaah. karena kita ini sebagaimana disebutkan dalam hadits sebagai “as-sawadul a’dhom” kita adalah kelompok terbesar di dunia, umat islam ahlusunnah wal jamaah sebagai kelompok islam terbesar. Guru saya, Syekh ‘Alawy menyampaikan bahwa saat ini, ¾ dari umat islam di seluruh dunia adalah penganut faham aswaja ‘kita’. Saya sampaikan aswaja ‘kita’ karena kelompok wahabi yang sekarang sedang bergrilya juga mengaku sebagai aswaja juga. Wallahu a’alam bisshowab.
Tulisan ini disarikan dari ceramah KH. Ibnu Ubaidillah Sy. pada acara temu Alumni di Dukuhjati Indramayu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar