13.6.10

Hukum Kemenyan dan Dupa Pada Majelis




Membakar dupa, adalah hal yang bukan berbau mistik atau kemusyrikan,tuduhan itu hanya diada-adakan oleh orang wahabi yg sengaja menyudutkan aswaja dan menuduh semaunya bahwa hal itu syirik,

Membakar dupa atau gahru adalah kebiasaan para salafusshalih untuk mewangikan ruangan, kayu gahru adalah pewangi ruangan yg sangat efektif, sebagaimana kita ketahui ketika di majelis majelis taklim atau majelis dzikir itu mestilah dipadati hadirin, dan umumnya (terutama dimasa itu) tak ada kipas angin dan atau ac, maka (maaf) bau badan akan merasuk dan mengganggu kekhusyuan, maka dibakarlah kayu gahru dan memang daya wangi sangat tajam dan kuat,jauh lebih kuat dari spray, sekerat gahru sebesar ibu jari bisa mewangikan pakaian ratusan hadirin, dan ruangan menjadi wangi, sirna bau keringat, atau bau dari dapur, atau bau dari aliran kotor, semua terkalahkan oleh wanginya gahru.

Tentunya Rasul saw menyukai yg wangi-wangi, dan rasul saw tak menyukai yg bau, atau makanan berbau, atau tubuh yg berbau tak sedap, sebagaimana disunnahkan mandi di hari jumat, diriwayatkan dalam shahih Bukhari bahwa di hari jumat banyak para sahabat yg hadir Jumatan dan mereka adalah kuli atau petani, bau tubuhnya menyengat, maka sejak itu Rasul saw menyunnahkan mandi sebelum shalat Jumat,

Nah.. boleh boleh saja kita ganti dupa itu dg spray, sebagaimana sekarang sudah banyak dipakai spray pewangi di majelis taklim, maulid atau lainnya,

Namun dupa pewangi ini tetap merupakan hal yg mustahab fiih, (baik dilakukan), karena merupakan kebersihan dan wewangian,

Berbeda dengan "kemenyan", naudzubillah memang baunya pun busuk dan saya percaya deh kalau dipakai tuk mengundang Jin atau syaitan, memang baunya busuk dan mengerikan, tapi pun kita tak bisa menghukumi musyrik bagi mereka yg memakainya sebelum ada bukti bukti yg jelas kalau itu digunakan untuk kemusyrikan.
Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!