19.7.10

SAAT BECAK DIKALAHKAN HANDPHONE ; Balada Penarik Becak di Tengah Kemajuan Zaman


Hidup adalah perjuangan. Dan seiring dengan kemajuan jaman, alat- alat transpotasi mulai bergeser. Demikian pula dengan becak, alat transpotasi yang satu ini dulunya cukup digemari para calon penumpang. Tapi kini, armada becak bertambah tapi calon penumpangnya berkurang. Lalu bagaimana kiat tukang becak dalam mempertahankan hidupnya?

LAPORAN: SUMITRO

PANDANGANNYA nanar. Rokok yang dihisapnya sudah habis beberapa batang. Sahabat setia yang diharapkan dapat mengusir rasa sepi itu, seakan tidak mampu melakukan perannya. Minibus jurusan Pemalang–Comal dan Pekalongan ratusan kali ditatap, namun hanya menyunggingkan senyumnya.
Senyum sinis lagi kecut itu karena hingga pukul 11.40 WIB, tidak satupun penumpangnya menghampiri. 
“Dulu ada 50-an tukang becak, tapi sekarang tinggal 10- an. Itu saja tidak aktif menarik semua,” ungkap Agung Rahadi ( 55) , tukang becak yang biasa mangkal di Pos Ojeg & Becak "Moro Seneng" Petarukan, kepada Radar kemarin (18 /7).

Dalam ingatannya, menurunnya jumlah tukang becak di Petarukan terjadi sejak tahun 1990- an. Karena tukang jasa antar penumpang dengan tenaga otot tersebut banyak yang beralih ke pekerjaan lain. Dengan alasan jumlah penumpang dari hari ke hari terus menurun, sehingga penghasilannya  turun drastis. Sementara kebutuhan dapur keluarganya dirumah tidak mengenal kata kompromi, harus tetap ngebul setiap hari. Termasuk 3 anaknya yang tengah menempuh pendidikan, 2 diantaranya pada sekolah lanjutan tingkat atas.

Dikatakan Agung, sekarang untuk mencari uang 10 ribu sehari sulitnya minta ampun. Yang ada justeru tekor (rugi, red). Karena untuk melepas dahaga dan membunuh rasa sepi harus merogoh koceknya paling tidak Rp 5 ribu. Yakni untuk membeli teh hangat dan beberapa batang rokok kretek kesukaannya.
Hal ini berbeda dengan saat awal-awal dirinya memutuskan menjadi tukang becak 30 tahun lalu hingga tahun 1990- an. Dimana penarik becak rata-rata bisa memperoleh penghasilan 50 ribu/hari.  “Kalau mangkat ngeleh bali wareg (berangkat lapar pulang kenyang, red) masih lumayan. Tapi sudah mangkate ngeleh, baline kaliren (berangkat lapar pulang tidak bawa apa-apa, red) karena tidak dapat apa-apa,” tutur lelaki tinggi besar ini kepada Radar.

Lebih jauh dikatakan Agung, untuk menyiasati hal tersebut dia bersama rekan-rekannya sesama tukang becak, menjadi kuli panggul pada beberapa toko bangunan di depan Kantor Kecamatan Petarukan. Terutama pada saat ada barang-barang bangunan datang atau mengirim material bangunan. “Kalau cuma mengandalkan becak, pulangnya tidak dapat duit. Makanya kami ikut jadi kuli panggul,” imbuhnya sambil menambahkan omelan istrinya jika pulang tidak membawa uang.

TERGERUS PERUBAHAN
Agung menuturkan, penyebab utama dari sepinya penumpang becak adalah kemajuan zaman. Salah satu diantaranya adalah mudahnya seseorang membeli sepeda motor dan alat komunikasi handphone. 
“Semuanya jadi maju, modern, banyak penumpang kini minta dijemput saudaranya yang ada dirumah,” tandasnya.
Mudahnya pembelian sepeda motor, tambah Agung, yakni dengan mempunyai uang sebesar 500 ribu rupiah saja, bisa membawa pulang motor baru. Ditambah dengan alat komunikasi canggih seperti handphone, dimana seseorang bisa menghubungi saudaranya sewaktu-waktu berkunjung atau pulang kampung, membuat becaknya lebih banyak menganggur. 
“Becak kalah sama sepeda motor. Kalah sama handphone,” pungkas dia nelangsa. (radartegal.com)ilustrasi:dunia.web.id

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!