23.12.11
Tasawuf Dalam Pandangan Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Jumat, Desember 23, 2011
Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah Swt Tuhan semesta alam. Shalawat beserta salam semoga dilimpahkan kepada tuanku Abu Qasim semoga Allah Swt memberikan rahmat dan salam sejahtera kepadanya dan kepada keluarganya.
Syaikh Abdul Qadir al Jaelani berkata mengenai hakekat seorang sufi pada firman Allah Swt:
Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (‘mengharapkan kepatuhan’) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhannya.” (Al-Furqan: 57)
Katakanlah: Kepada mereka dengan mengejek dan tegas.
“Aku tidak meminta kepadamu Sama sekali tidak menuntut Dalam menyampaikan risalah itu,dalam menyampaikan tabligku padamu, atas wahyu yang diturunkan kepadaku, dan pemberianku pelajaran kepadamu, semata karena tuntutan Wahyu Ilahi.”
Upah,
Upah dan harta yang aku ambil dari kalian, lalu aku jadikan sebagai sarana untuk meraih tahta dan kekayaan serta berbagai kebanggaan. Sebagaimana yang banyak dilakukan oleh para Syeikh yang bodoh di zaman ini yang tak lebih dari pembantu-pembantu syetan yang mengaitkan dirinya dengan kaum Sufi.
Mereka inilah yang menggerakkan bentuk tipuan, tipudaya, dan mengeruk harta kaum awam yang lemah setelah merusak akidah mereka, dengan berbagai macam pemalsuan, penipuan, menghalalkan yang haram dan membolehkan hal yang dilarang serta memperkaya diri.
Dengan tindakan itu mereka mengklaim semua sebagai pemilik kekuasaan sampai jangka panjang, dan mereka memiliki banyak pengikut dan pendukung, mereka pun menyiapkan kontributor dan dukungan untuk tipuan mereka ini.
Setelah itu mereka membangkang kepada penguasa dan memiliki niat untuk keluar dari kekuasaan pemerintahan, memberontak kepada mereka serta menyibukkan diri dengan menghancurkan negeri dan menekan orang yang beriman, merampas harta masyarakat dan harga diri mereka bahkan memenjarakan keturunan mereka.
Pada saat yang sama mereka mengklaim diri sebagai orang yang benar, orang yang ma’rifat kepada Allah, mengklaim sebagai orang yang beriman, menjadi ahli hakikat dan yaqin. Ingatlah bahwa hal tersebut merupakan kerugian yang nyata dan kejahatan yang besar. Semoga Allah Swt melindungi kita dari kejahatan nafsu kita dari perbuatan buruk kita.
Namun aku tidak menuntut dengan tablighku ini, melainkan sebagai hidayah bagi orang-orang yang mau mencari jalan kepada Tuhannya.”
Yang mendidiknya dengan berbagai kemuliaan, jalan menuju Tuhannya yang bisa meraih ma’rifat dan peng-Esaan padaNya.
Syaikh Abdul Qadir Jaelani berkata mengenai sifat-sifat perilaku ruhani kaum Sufi dan peringkat kaum Sufi, dengan firman Allah Swt:
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (Fathir: 27)
“Tidakkah kamu melihat, Wahai orang yang melihat, yang mengambil pelajaran (dari penglihatannya) bahwasanya Allah Dzat Yang memiliki kemampuan sempurna, bagaimana menurunkan melimpahkan dari sisi langit yakni langit Asma’ dan Sifat Dzatiyah.
Hujan yang menghidupkan bumi-bumi yang mati yang keras kerontang dalam terapan ketiadaannya lalu Kami hasilkan dari hujan-hujan itu yakni dengan air yang melimpah yang memancar dari Lautan Dzat pada bumi watak manusia.
Buah-buahan
berbagai hidangan yang beragam berupa ma’rifat-ma’rifat, hakikat-hakikat, kilatan cahaya dan limpahan anugerah yang melintas pada para pecinta dan para KekasihNya menurut kondisi ruhani dan maqom mereka.Yang beraneka macam jenisnya. Dengan segala metodenya baik secara ilmul yaqin, ainul yaqin maupun haqqul yaqin. Dan di antara gunung-gunung itu Yaitu para Wali Autad dan Wali Quthub yang siap menerima limpahan karomah dan ketersingkapan ruhani.
Ada garis-garis,
yakni garis jalan yang memiliki arah jalan menuju Ka’bah Dzat dan Arafahnya Asma’ dan Sifat, Putih bersih sampai puncak kemurniannya tanpa ada campuran dan perpaduan dengan berbagai ragam kenyataan alam dan hawa nafsu sama sekali.
Dan, sebagian, merah yang beraneka macam warnanya, sesuai dengan peringkat kedekatan mereka kepada Allah Ta’ala dan jaraknya dengan derajat utama.
Dan, sebagian, ada (pula) yang hitam pekat.”
Berakhir pada hitam dan kegelapan, yang tidak menyisakan sama sekali wujudnya dengan peringkat pertama, bahkan malah kontradiksi dan merusak martabat itu, yang sama sekali tidak memiliki hubungan antara keduanya.
Dikatakan: Allah Swt menyinggung dengan istilah garis-garis putih kepada kelompok Sufi yaitu orang-orang yang telah membersihkan bathin mereka dari sesuatu selain Allah Swt, bersih dari ciptaan bentuk semesta dan berbagai ragam relativitas.
AlIah Swt juga menyinggung dengan istilah garis-garis merah yang beraneka macam warnanya kepada kelompok mutakallimin, yaitu orang-orang yang telah mengkaji Dzat dan Sifat Allah Swt yang dikuatkan dengan dalil aqli dan naqli yang tidak dkuatkan dengan mukasyafah dan musyahadah, yang menghasilkan asumsi dan kebingungan, kecuali langka jumlahnya.
Allah Swt juga menyinggung dengan istilah “dan ada (pula) yang hitam pekat” untuk fuqaha, yaitu orang-orang yang tebal hijabnya serta tebal pula kain penutup serta tabir mereka, sehingga tidak lagi tersisa di hati mereka suatu tempat sedikitpun yang layak untuk menerima pancaran sinar cahaya al Haq Allah Swt, bahkan mereka telah menghitamkan cahaya tersebut serta membentuknya lalu mengeluarkannya dari fitrah suci Allah, yang Allah Swt ciptakan untuk manusia.
Syaikh Abdul Qadir Jaelani berkata mengenai sifat para ‘arif billah pada firman Allah Swt:
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
DanKami keluarkan dari pengaruh pendidikan dibalik air dan menghidupkan bumi yang mati itu, Demikian (pula) di antara manusia yang tenggelam dalam kelalaian dan kealpaan.
Dan binatang-binatang melata terlepas dari peringkat pemahaman dan perasaan yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan akhirat.
Dan binatang-binatang ternak yang terlena oleh kenikmatan jasmani dan syahwat nafsu. Ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya),Yakni jenis-jenis, kelompok, bentuk dan gerakannya. Intinya.
Sesungguhnya yang takut kepada Allah Dan takut akan hantaman Allah di antara hamba-hamba-Nya yang dicipta dari ketiadaan tersembunyi, melalui percikan aliran Lautan WujudNya menurut terapan Sifat KedermawananNya.
Hanyalah ulama Yang ma’rifat kepada Allah Swt dan sifat-sifatNya yang paripurna yang melimpah pada mereka, dan AsmaNya yang Agung, yang melebur dalam hakikat derajat Tauhid, yang tersingkap melalui rahasia Wahdatudz-Dzat pada seluruh manifestasiNya, karena yang paling takut kepada Allah Swt adalah yang paling mengenalNya. Karena itulah Rasulullah Saw bersabda, “Akulah yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa padaNya.” (Hr. Bukhari)
Bagaimana para arifun tidak takut kepada Allah Swt.? Sesungguhnya Allah Yang berselendang dengan selendang Keagungan dan Kebesaran.
Maha Perkasa Mengalahkan hamba yang dikehendaki untuk mendapatkan siksaNya.
Lagi Maha Pengampun Atas dosa-dosa orang yang bertaubat kepada Allah Swt, dan kembali kepadaNya.(www.sufinews.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar