Dr. Abdullah Mohammad Sindi *], di dalam sebuah artikelnya yang berjudul : Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,”
demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya
tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi
Arabia, tambahnya.
Wahabisme
dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak
terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah
menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa
itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.
Wahhabisme
memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi
perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia.
Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan
yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.
Tidak
seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan
sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti : menyetir
mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka.
Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme :
- melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw
- melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka.
- melarang mendirikan bioskop sama sekali.
- menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan politis.
- mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an.
Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.
- melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw
- melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka.
- melarang mendirikan bioskop sama sekali.
- menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan politis.
- mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an.
Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan.
Wahabisme
juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti
terhadap Syi’ah dan Sufisme (Tasawuf). Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada pengikut mereka. 1] Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di dalam Islam.
Wahhabisme
juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar
dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang
Wahabisme dianggap telah melakukan BID’AH dan KAFIR!
LAHIRNYA AJARAN WAHABI:
Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd.
Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd.
Kata
Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab
(1703-92). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna.
Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah
menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan)
dan mempunyai 18 orang anak. 2]
Sebelum
menjadi seorang mubaligh, Ibn Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan
perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke
Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.
Walaupun
Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, namun aktualnya
Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan
Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri
Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan
Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan rincian
tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda
temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]
Selagi
di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab muda jatuh dalam pengaruh dan kendali
seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil dengan nama Hempher yang
sedang menyamar (undercover),
salah seorang mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim
(di Timur Tengah) dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan
menciptakan konflik di antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura
menjadi seorang Muslim, dan memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang
licik, ia melakukan pendekatan dan persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab
dalam waktu yang relatif lama.
Hempher,
yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya,
mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab dengan meyakinkannya bahwa : Orang-orang
Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya
, mereka – kaum Muslim – telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang
mendasar, mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan
syirik.
Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi liar (wild dream)
dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di
antara kedua mata) Ibn Abdul-Wahhab, dan mengatakan kepada Ibn
Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya
untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.
Setelah mendengar mimpi liar Hempher, Ibn Abdul-Wahhab jadi ge-er
(wild with joy) dan menjadi terobsesi, merasa bertanggung jawab untuk
melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam yang bertujuan memurnikan
dan mereformasi Islam.
Di dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), berakhlak bejat (morally depraved), selalu gelisah (nervous), congkak (arrogant), dan dungu (ignorant).
Mata-mata Inggeris ini, yang memandang Ibn Abdul-Wahhab sebagai seorang yang bertipikal bebal (typical fool), juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 wanita Inggeris yang juga mata-mata yang sedang menyamar.
Wanita
pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan
Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita
satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan
Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran. 4]
KERAJAAN SAUDI-WAHHABI PERTAMA : 1744-1818
Setelah kembali ke Najd dari perjalanannya, Ibn Abdul-Wahhab mulai “berdakwah” dengan gagasan-gagasan liarnya di Uyayna. Bagaimana pun, karena “dakwah”-nya yang keras dan kaku, dia diusir dari tempat kelahirannya. Dia kemudian pergi berdakwah di dekat Dir’iyyah, di mana sahabat karibnya, Hempher dan beberapa mata-mata Inggeris lainnya yang berada dalam penyamaran ikut bergabung dengannya. 5]
Dia
juga tanpa ampun membunuh seorang pezina penduduk setempat di hadapan
orang banyak dengan cara yang sangat brutal, menghajar kepala pezina
dengan batu besar 6]
Padahal,
hukum Islam tidak mengajarkan hal seperti itu, beberapa hadis
menunjukkan cukup dengan batu-batu kecil. Para ulama Islam (Ahlus
Sunnah) tidak membenarkan tindakan Ibn Abdul-Wahhab yang sangat
berlebihan seperti itu.
Walaupun
banyak orang yang menentang ajaran Ibn Abdul-Wahhab yang keras dan kaku
serta tindakan-tindakannya, termasuk ayah kandungnya sendiri dan
saudaranya Sulaiman Ibn Abdul-Wahhab, – keduanya adalah orang-orang yang
benar-benar memahami ajaran Islam -, dengan uang, mata-mata Inggeris
telah berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad Saud untuk mendukung Ibn Abdul-Wahhab. 7]
Pada
1744, al-Saud menggabungkan kekuatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dengan
membangun sebuah aliansi politik, agama dan perkawinan. Dengan aliansi
ini, antara keluarga Saud dan Ibn Abdul-Wahhab, yang hingga saat ini
masih eksis, Wahhabisme sebagai sebuah “agama” dan gerakan politik telah
lahir!
Dengan
penggabungan ini setiap kepala keluarga al-Saud beranggapan bahwa
mereka menduduki posisi Imam Wahhabi (pemimpin agama), sementara itu
setiap kepala keluarga Wahhabi memperoleh wewenang untuk mengontrol
ketat setiap penafsiran agama (religious interpretation).
Mereka adalah orang-orang bodoh, yang melakukan kekerasan, menumpahkan darah, dan teror untuk menyebarkan paham Wahabi (Wahhabism)
di Jazirah Arab. Sebagai hasil aliansi Saudi-Wahhabi pada 1774, sebuah
kekuatan angkatan perang kecil yang terdiri dari orang-orang Arab Badui
terbentuk melalui bantuan para mata-mata Inggeris yang melengkapi mereka
dengan uang dan persenjataan. 8]
Sampai
pada waktunya, angkatan perang ini pun berkembang menjadi sebuah
ancaman besar yang pada akhirnya melakukan teror di seluruh Jazirah Arab
sampai ke Damaskus (Suriah), dan menjadi penyebab munculnya Fitnah
Terburuk di dalam Sejarah Islam (Pembantaian atas Orang-orang Sipil
dalam jumlah yang besar).
Dengan
cara ini, angkatan perang ini dengan kejam telah mampu menaklukkan
hampir seluruh Jazirah Arab untuk menciptakan Negara Saudi-Wahhabi yang
pertama.
Sebagai
contoh, untuk memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai syirik dan
bid’ah yang dilakukan oleh kaum Muslim, Saudi-Wahhabi telah mengejutkan
seluruh dunia Islam pada 1801, dengan tindakan brutal menghancurkan dan
menodai kesucian makam Imam Husein bin Ali (cucu Nabi Muhammad Saw) di
Karbala, Irak. Mereka juga tanpa ampun membantai lebih dari 4.000 orang
di Karbala dan merampok lebih dari 4.000 unta yang mereka bawa sebagai
harta rampasan. 9]
Sekali
lagi, pada 1810, mereka, kaum Wahabi dengan kejam membunuh penduduk tak
berdosa di sepanjang Jazirah Arab. Mereka menggasak dan menjarah banyak
kafilah peziarah dan sebagian besar di kota-kota Hijaz, termasuk 2 kota
suci Makkah dan Madinah.
Di
Makkah, mereka membubarkan para peziarah, dan di Madinah, mereka
menyerang dan menodai Masjid Nabawi, membongkar makam Nabi, dan menjual
serta membagi-bagikan peninggalan bersejarah dan permata-permata yang
mahal.
Para
teroris Saudi-Wahhabi ini telah melakukan tindak kejahatan yang
menimbulkan kemarahan kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk
Kekhalifahan Utsmaniyyah di Istanbul.
Sebagai
penguasa yang bertanggung jawab atas keamanan Jazirah Arab dan penjaga
masjid-masjid suci Islam, Khalifah Mahmud II memerintahkan sebuah
angkatan perang Mesir dikirim ke Jazirah Arab untuk menghukum klan
Saudi-Wahhabi.
Pada
1818, angkatan perang Mesir yang dipimpin Ibrahim Pasha (putra penguasa
Mesir) menghancurkan Saudi-Wahhabi dan meratakan dengan tanah ibu kota
Dir’iyyah .
Imam
kaum Wahhabi saat itu, Abdullah al-Saud dan 2 pengikutnya dikirim ke
Istanbul dengan dirantai dan di hadapan orang banyak, mereka dihukum
pancung. Sisa klan Saudi-Wahhabi ditangkap di Mesir.
Catatan Kaki :
[1] Banyak
orang-orang yang belajar Wahabisme (seperti di Jakarta di LIPIA) yang
menjadi para pemuja syekh-syekh Arab, menganggap bangsa Arab lebih
unggul dari bangsa lain. Mereka (walaupun bukan Arab) mengikuti tradisi
ke-Araban atau lebih tepatnya Kebaduian (bukan ajaran Islam), seperti
memakai jubah panjang, menggunakan kafyeh, bertindak dan berbicara
dengan gaya orang-orang Saudi.
[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia], yang diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan Jalal al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.
[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa mendownload “Confessions of a British Spy” : http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html
Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia dan mengirinmnya ke Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang, seluruh kerajaan Islam jatuh di tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah! (Hubbul Wathan minal Iman). Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.
[4] Memoirs Of Hempher, The British Spy To The Middle East, page 13.
[5] Lihat “The Beginning and Spreading of Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html
[6] William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart Inc., 1982), p. 205.
[7] Confessions of a British Spy.
[8] Ibid.
[9] Vassiliev, Ta’reekh, p. 117.
[2] Alexei Vassiliev, Ta’reekh Al-Arabiya Al-Saudiya [History of Saudi Arabia], yang diterjemahkan dari bahasa Russia ke bahasa Arab oleh Khairi al-Dhamin dan Jalal al-Maashta (Moscow: Dar Attagaddom, 1986), hlm. 108.
[3] Untuk lebih detailnya Anda bisa mendownload “Confessions of a British Spy” : http://www.ummah.net/Al_adaab/spy1-7.html
Cara ini juga dilakukan Imperialis Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia lewat Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia dan mengirinmnya ke Indonesia. Usaha Snouck berhasil gemilang, seluruh kerajaan Islam jatuh di tangan Kolonial Belanda, kecuali Kerajaan Islam Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta pada Tanah Air adalah lemah! (Hubbul Wathan minal Iman). Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.
[4] Memoirs Of Hempher, The British Spy To The Middle East, page 13.
[5] Lihat “The Beginning and Spreading of Wahhabism”, http://www.ummah.net/Al_adaab/wah-36.html
[6] William Powell, Saudi Arabia and Its Royal Family (Secaucus, N.J.: Lyle Stuart Inc., 1982), p. 205.
[7] Confessions of a British Spy.
[8] Ibid.
[9] Vassiliev, Ta’reekh, p. 117.
0 komentar:
Posting Komentar