16.2.10

Menjadi Muslim Moderat itu Tidak Mudah !.


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU), Said Aqil Siradj, mengatakan, kezaliman terhadap umat Islam di dunia sudah sangat serius. Hal itu terjadi karena untuk bersifat moderat nampaknya merupakan hal yang sulit. “Ada dua kezaliman di hadapan umat Islam. Pertama kezaliman politik internasional melalui wajah Dewan Keamanan PBB dan kedua, kezaliman Moneter dengan mata Uang dollar sebagai kolateralnya,” katanya saat acara penutupan Rakernas I Majelis Alumni IPNU di Hotel Millenium, Jakarta, Senin (1 /2). Menurutnya, kezaliman politik, salah satunya, disebabkan keberadaan DewanKeamanan PBB. Keputusan yang telah dirumuskan bersama negara-negara anggota PBB kerap lenyap seketika ketika satu dari lima anggota DK PBB mem-veto. Ketidakadilan inilah kata dia, kerap merugikan umat Islam. “ Harusnya, DK PBB itu isinya organisasi-organisasi dunia seperti OKI, ASEAN, Uni Afrika, Uni Eropa, dan lain-lain, tidak hanya 5 negara saja,” katanya. Kezaliman kedua, katanya, berasal dari penggunaan mata uang dollar sebagai kolateral pengganti emas. “Indonesia misalnya mau mengeluarkan emas maka harus membeli dollar sebagai kolateralnya. Dua hal inilah yang menyebabkan umat Islam untuk berbuat moderat itu sulit. Bagaimana tidak berat, lha wong kita dizalimi. Sulit untuk mencegah itu,” katanya. Lebih lanjut, alumni universitas Ummul Quro ini mengatakan, kezaliman itulah yang melahirkan ekstrimisme di dunia. “Hal itu pula yang menyebabkan ekstrimisme berkembang, Bukan karena kebodohan mereka bersifat seperti itu, tapi karena kezaliman berada di depan mereka. Orang-orang ekstrimisme itu tidak bodoh,” ungkapnya. Karena itu, katanya, kedua hal inilah tantangan berat yang ada di depan mata umat Islam di seluruh Indonesia. Liberalisasi Pemikiran Pada bagian lain, Kang Said, demikian ia akrab disapa, menanggapi soal fenomena liberalisasi pemikiran keagamaan di kalangan anak muda NU. “Kalau sebatas bincang-bincang boleh lah. Tetapi jika sudah masuk dalam landasan berorganisasi ini bahaya,” ujarnya. Kang Said menjelaskan, liberalisasi pemikiran tak boleh diberi peluang secara luas karena akan merembet pada liberalisasi di bidang ekonomi, liberalisasi budaya, dan liberalisasi agama. “ Salah satu bentuk liberalisasi budaya adalah adanya pemahaman tidak pentingnya cium tangan pada kiai dan orang tua,” ungkapnya. menurutnya, tuntutan pencabutan UU tentang Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi, jelasnya adalah akibat adanya liberalisasi pemikiran keagamaan yang kebablasan, dan ini harus ditentang. Dalam kesempatan tersebut ia menegaskan pentingnya merawat pemikiran keagamaan yang tawassuth dan moderat. “ Radikalisme agama itu salah, demikian juga liberalisme agama juga salah,” tegasnya. Ia mengingatkan, NU berdiri di antara dua kutub yang ekstrem, kutub radikal yang sangat keras dan konfrontatif, serta kutub liberal yang kompromis, permissif dan hedonis. Sementara itu, Ketua Presidium Majelis Alumni IPNU, Hilmi Muhammadiyah, mengatakan, rakernas tersebut dalam rekomendasinya menegaskan pentingnya merawat tradisi pemikiran keagamaan yang mengedepankan “jalan tengah” dan mengaktualisasikan nilai kehidupan pesantren ke dalam perilaku organisasi. “Nilai kepesantrenan yang perlu diaktualkan adalah semangat kesederhanaan, kemandirian, dan paradigma pemikiran yang moderat jauh dari ekstrimitas dan liberalitas,” katanya.(*)

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!