28.3.10
Sudahkah kita "terdaftar" sebagai hamba Allah?
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Minggu, Maret 28, 2010
Suatu hari dipinggir jalan yang berdebu, para pekerja sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, yaitu memperbaiki jalan. Pekerjaan itu diawasi oleh seorang mandor, sang mandor mengetahui jumlah pekerja, berapa lama dia bekerja, karena seluruh data pekerja tercatat dalam buku nya. Mereka bekerja mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00, istirahat siang jam 12.00-13.00, tiba jam 5 sore para pekerja antri mengambil uang hasil keringatnya, mereka semua di kontrak sebagai pekerja harian. Syarat untuk bisa bekerja terlebih dahulu harus mendaftar kepada mandor, sang mandor melapor kepada atasannya, kalau atasan menyetujui barulah nama pekerja di catat dan kalau bekerja sorenya langsung dibayar.
Seorang anak muda yang lagi menganggur memperhatikan dengan seksama para pekerja, tentu saja perhatiannya terfokus kepada pengambilan upah di sore hari, dalam hatinya berkata : “Enak juga bekerja disini, angkat sana angkat sini, siang dikasih makan sore nya langsung dapat uang, kalau begitu besok aku bekerja disini saja”.
Anak muda tadi besoknya langsung bergabung dengan para pekerja tanpa mendaftar terlebih dahulu kepada mandor, karena pekerja jumlahnya banyak sang mandor tentu tidak memperhatikan kalau ada orang luar yang bekerja tanpa mendaftar. Anak muda bekerja dengan sangat luar biasa, lebih taat dari orang-orang lain yang sudah mendaftar sebagai pekerja, mungkin karena ingin mendapatkan imbalan maka saat istirahat siangpun dia tidak berhenti bekerja.
Sore hari seluruh pekerja antri mengambil gajinya, satu persatu dipanggil nama, yang dipanggil namanya maju ke depan dan mengambil uang sekalian membubuhkan tanda paraf sebagai tanda sudah mengambil gaji dan sebagai bukti bagi mandor untuk melaporkan kepada atasannya. Anak muda tadi sudah menunggu sekian lama dengan harap cemas, namanya tidak kunjung dipanggil sampai semua pekerja mendapatkan gajinya. Anak muda mendekati mandor dengan kesal dia berkata: “Kenapa saya tidak dikasih uang? Saya kan bekerja juga bahkan saya lebih rajin dari pekerja yang lain”
Mandor memperhatikan wajah anak muda itu dengan seksama, dan bertanya: “Siapa nama kamu?”
“Sufimuda” jawabnya
Mandor membuka buku catatan kebaikan yang dilakukan pekerja, setelah membolak balik beberapa kali akhirnya mandor kembali menatap wajah anak muda: “Nama kamu tidak tercatat dalam buku saya, jadi kamu tidak dapat gaji”
Anak muda itu protes, “Bapak tidak adil, saya telah bekerja dengan rajin, tapi kenapa saya tidak diberikan gaji”
Sang Mandor iba juga melihat anak muda itu dengan suara yang agak dipelankan dia berkata kepada anakmuda, “Anak muda, semua yang bekerja disini namanya tercatat, dan mereka semua terdaftar sebagai hamba dari tuan saya yang kaya raya, saya sendiri budak tuan saya juga, saya tidak punya apa-apa, uang yang dititipkan kepada saya adalah amanah sebagai imbalan atas perbuatan baik mereka kepada tuan saya, kamu telah salah anak muda, kamu ikut-ikutan berbuat tanpa tahu ilmunya, tapi belum lah terlambat, silahkan hari ini kamu mendaftar mudah-mudahan tuan saya berbaik hati menerima kamu sebagai hamba nya, dan kalau nama kamu sudah terdaftar nanti setiap pekerjaan yang kamu kerjakan pasti mendapat imbalan dari tuan kita”.
Anak muda tadi termenung, barulah dia sadar ternyata melakukan sesuatu itu mesti tahu ilmunya tidak cukup hanya dengan ikut-ikutan.
Dari cerita di atas banyak hal yang bisa kita renungi, mudah-mudahan ibadah kita tidak seperti seorang yang bekerja tanpa mendaftar terlebih dahulu, tidak termasuk orang yang ikut-ikutan, kalau hal ini terjadi sangat disayangkan di akhirat nanti ketika kita meminta imbalan atas amalan yang kita lakukan, Tuhan kembali bertanya kepada kita, “Siapa yang menyuruhmu ibadah? Apakah kamu sudah mendaftar sebagai hamba-Ku?” Kita mau jawab apa? Mau kembali ke dunia sudah tidak mungkin karena hidup dunia hanya sekali dan segala amal kebaikan dilakukan di dunia bukan di akhirat.
Pernahkan kita bertanya dalam hati; “Sudahkah nama kita terdaftar sebagai hamba-Nya sehingga setiap perbuatan yang kita lakukan menjadi sah?”
Fungsi seorang Mursyid dalam cerita diatas ibarat mandor tempat kita mendaftarkan diri sebagai hamba-Nya, setelah itu barulah kita bekerja sebagai pekerja yang sah bukan pekerja illegal, barulah kita menjadi hamba sebenarnya bukan hamba-hambaan, kalau kita menjadi hamba-hambaan nanti syurga yang kita dapat juga surga-surgaan.
Nabi di utus ke dunia untuk mengajak manusia ke Tuhan, membuka rahasia bagaimana kita bisa berhubungan dengan Allah sebagai pokok Agama, sebagai Ruh Ibadah, karena apapun yang kita kerjakan kalau tidak ada ilmu perhubungan dengan-Nya akan jadi sia-sia. Nabi telah membisikkan rahasia itu kepada sahabat-sahabatnya yang mulia, diteruskan kepada para ulama pewaris Nabi, sampai sekarang ini. Tali yang menghubungkan antara hamba dengan Tuhan nya telah diberikan kepada Rasulullah SAW sehingga Allah berfirman dalam hadist Qudtsi, “Doa akan tergantung antara bumi dan langit kalau tidak bersalawat kepada Nabi”. Bershalawat tidak lah cukup dengan mengucapkan “Allahumma Shali’ala Saidina Muhammad”, secara syariatnya memang demikian, akan tetapi secara pelaksanaan teknis terlebih dahulu kita harus menemukan frekwensi atau gelombang yang bisa menghubungkan kita dengan Rasulullah, untuk bisa menghubungkan kita dengan Rasulullah tidak lain adalah dengan menghubungkan rohani kita dengan Ulama pewaris Nabi.
Kita sering membaca do’a setelah azan, artinya: “Ya Allah, Tuhan yang memiliki panggilan ini, yang sempurna lagi memiliki shalat yang didirikan, berilah junjungan kami Nabi Muhammad, WASILAH …….”
Untuk apa kita berdo’a supaya diberikan Wasilah kepada Nabi Muhammad? Do’a ini menyadarkan kita bahwa sebelum melaksanakan shalat sebagai media untuk berjumpa dengan Allah terlebih dahulu kita harus menemukan Wasilah yang menghubungkan kita dengan Allah.
Sangat disayangkan kebanyakan ummat Islam sekarang ini telah terikut paham anti wasilah, dengan dalih bahwa orang yang berwasilah itu sama dengan orang menyembah berhala, dan mereka tidak pernah tahu kalau wasilah itu bukanlah perantara antara hamba dengan Tuhan, akan tetapi wasilah itu adalah sarana untuk langsung berhubungan dengan Allah.
Kepada yang anti wasilah, ada pertanyaan yang harus anda jawab, “Apakah ketika anda melaksanakan ibadah teringat kepada benda-benda tidak termasuk syirik yang sangat berbahaya?”
Mau langsung ke Tuhan tanpa ada yang mengantar, monggo, gak ada yang larang, mungkin anda akan lebih hebat dari Nabi kita, dimana Beliau untuk bisa berjumpa dengan Tuhan di antar dan dituntun terlebih dahulu oleh Jibril a.s.
Kalau kita belum pernah ke suatu tempat, cara yang paling aman adalah mencari sopir yang sudah pernah bolak balik kesana, kalau nanti sudah mahir barulah kita bolak balik sendiri.
Allah telah memberikan tali-Nya kepada Nabi Muhammad SAW dan kemudian diteruskan kepada Ulama Pewarisnya sampai kepada kita, dengan Tali itulah kita akan terhubung dengan-Nya. Lewat Mursyid lah Allah memberikan tali-Nya sebagai pegangan kita semua.
Jadi bukan rajin atau tidak rajin bekerja yang jadi ukuran, tapi terdaftar atau tidak terdaftar secara sah. Belum lah terlambat bagi kita untuk mendaftarkan diri sebagai Hamba Allah, mendaftarkan pada jalur yang telah si sahkan oleh Allah SWT. Merupakan Karunia yang luar biasa andai sekarang kita mau memulai mendaftar sebagai hamba Allah dari pada terus menerus menjadi 'hamba' syetan yang merasa menjadi hamba Allah.{sufi muda}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar