29.4.10
Kisah Perempuan tua Pemungut Sampah
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Kamis, April 29, 2010
Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang menyampah dan berceceran di halaman masjid.
Selembar demi selembar daun-daun itu dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja memerlukan waktu yang lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu.
Padahal matahari diatas Madura siang hari itu sungguh sangat menyengat. Keringat perempuan itu membasahi seluruh tubuhnya.Banyak pengunjung masjid merasa iba dan kasihan kepadanya.
Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan yang mengotori halaman masjid itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang lagi dan langsung masuk masjid.Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ.Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya.Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya.
“Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu,
“Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan sampah dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat didaerah tersebut diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat, pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya, kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu,kata kiai.
“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya menirukan ucapan perempuan tua waktu itu.
“Saya tahu amal- amal saya itu kecil dan mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhir tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad saw. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.”
Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan kecintaannya pada Rasul dalam bentuknya yang tulus,tapi ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt.
Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur. Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat disemua alam selain Rasulullah saw.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar