1.5.10

Tugas Melawan Agama


Pemikiran humanisme berkembang menjadi dominan di dunia. PBB dengan deklarasi umum hak asasi manusia sebenarnya mengacu pada pemikiran dasar ini. Harap dimaklumi humanisme lahir pada masa renaissance dalam rangka menolak agama, baik Kristen maupun Yahudi. Pada dasarnya mereka tidak percaya pada Tuhan karena itu mencari sumber pengetahuan dari manusia sendiri, karena itu mereka tidak mau merujuk pada wahyu, tetapi menggantinya dengan filsafat Yunani dan Romawi.

Filsafat zaman renaissance ini kemudian memuncak pada masa zaman aufklarung (pencerahan) dengan ditemukan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi baru, yang semuanya berdasarkan pengetahuan empiris, yang berprinsip bahwa hakikat dunia bersifat meteri, fisik, sehingga tidak mengakui metafisika. Ilmu pengetahuan positifis semakin meluas sehingga semakin keras pula penolakan terhadap agama. Kalau kaum komunis menganggap agama sebagai candu bagi gerakan emansipasi rakyat, sebaliknya kaum liberal kapitalis melihat agama sebagai penghambat perluasan modal, dan penghambat eksploitasi, karena itu keduanya melawan agama.

Kaum intelektual yang berada di perguruan tinggi, lembaga penelitian, serta aktivis sosial yang ada di lembaga swadaya masyarakat (LSM), para seniman di berbagai lembaga seni budaya memiliki landasan pemikiran humanistik, positifistik semacam itu. Dengan demikian agama tidak saja dianggap tidak berguna, melainkan berbahaya menghambat kemajuan gerakan mereka, karena itu agama harus ditentang. Ini cara pandang kam humanis, karena itu hingga saat ini kaum humanis di beberapa negara barat sangat agresif, misalnya Asosiasi Humanis Amerika, Asosiasi Humanis Inggris dam Asosiasi Huamanis Australia, gigih menyelenggarakan kampanye anti agama, dengan memasang baliho, spanduk mobil, jaringan internet dan lain sebagainya.

Penentangan terhadap agama, termasuk penghinaan dan penodaan terhadap agama yang dilakukan secara sistematik di Barat, baik pembuatan komik dan kartun Nabi Muhammad SAW yang terus menerus, yang dianggap mereka sebagai kebebasan berekspresi. Berbagai film juga dibuat untuk menyudutkan Nabi Muhammad junjungan Umat Islam, tetapi anehnya mereka membela kelompok sekte yang menyimpang dengan agama utama atas nama kebebasan beragama semata untuk mendorong munculnya sekte baru yang menyimpang dari agama resmi. Anehnya sekte ini mereka dukung habis-habisan atas nama hak beragama. Hal itu mereka anggap penting untuk merongrong pengaruh agama, toh sekte yang lahir akan segera mati dimakan zaman.

Cara berpikir kaum humanis itu yang ditangkap oleh intelektual, aktivis LSM dan seniman kita melalui program yang bersifat umum dan samar seperti demokrasi, pluralisme, kesteraan gender yang di dalamnya berkobar spirit humanisme. Karena itu lambat laun kelopok ini juga bersuara seperti kaum Humanis di Eropa, hanya saja mereka tidak tahu bahwa gerakan mereka sebenarnya bukan perjuangan kebebasan manusia, tetapi gerakan melawan agama.

Lalu masih ada tema lagi yang dilawan oleh kaum intelektual dan aktivis LSM serta seniman, yaitu keterlibatan agama dalam urusan negara. Ini merupakan bagian dari agenda humanisme universal dalam menyingkirkan peran agama agar agma dapat mereka kendalikan tanpa moral dan komitmen sosial. Anehnya kalangan aktivis NU sendiori berusaha mengeliminir peran agama dalam proses kenegaraan, ini artinya kelompok NU turut menyingkirkan peran NU dalam proses kenegaraan, padahal ini merupakan tugas suci kelahiran NU,. Karena penyingkiran peran publik ini tidak hanya sebatas negara tetapi mencakup pera sosial, ini merupakan upaya sistematik mengerdilkan NU. Tetapi ini didukung oleh kalangan aktivis NU sendiri dengan dalih depolitisasi NU.

Jati diri NU perlu diketengahkan kembali, sehingga kader NU mengerti tentang garis perjuangan NU, hubungan NU dengan Negara dan peran NU dalam pembinaan karakter bangsa. Karena banyak kalangan muda NU yang tidak memahami watak dasar atau fitrah NU ini maka mereka menjadi berpikir liberal, bahwa agama harus dipisah dengan Negara, sehingga kaum beragama tidak boleh ngurusi negara, demikian juga Negara tidak boleh mengurusi agama, karena dianggap intervensi. Meeka lupa bahwa Negara didirikan juga oleh kelompok beragama termasuk NU. NU dengan tegas menyerahkan sebagian kedaulatannya pada negara. Di sisi lain juga mendapatkan kedaulatan untuk ikut mengatur negara. Ini terus dipegagi bagi kader NU yang memahmi fitrah Nahdliyah. NU Tidak bias melepaskan tanggung jkawab kenegaraan karena ini sumpah setia. Demikian juga negara tidak bisa melepaskan tanggung jawab terhadap kaum beragam termasuk NU karena itu mandat yang harus diemban oleh pemerintah dalam mewakli Negara.

Dengan dasar pemikiran seperti itu negara selalu berkonsultasi dengan agama yang ada dalam menjalankan kebijakan umum, termasuk dalam bidang keagamaan. Negara wajib melindungi agama yang ada, termasuk dari penodaan, baik dari caci maki maupun pembuatan gerakan sempalan. Sebab kalau ini dibiarkan akan memancing pertikaian intern agama sendiri. (Oloh:Abdul Mun’im DZ)

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!