27.10.10

Ahlussunah wal Jamaáh




Oleh: Muhammad Rizqi Romdhon

a. Pengertian Ahlussunah wal Jama'ah

Paham Aswaja awalnya tidak bernama, paham ini adalah apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW lalu dilanjutkan oleh para Sahabatnya, Tabi’in, Tabi’in tabi’in, dan seterusnya. Ahlussunah waljama’ah adalah paham yang dianut oleh mayoritas umat Islam, mencapai 80% dari seluruh umat Islam. Penganut paham ini menyebar mulai dari Afrika hingga Indonesia. Paham ini mempunyai karakteristik dalam pahamnya yaitu tidak leterlecht dan tidak pula menghambakan akal. Paham ini memadukan antara akal dan nash. Tentu saja dengan mendahulukan nash daripada akal. Tapi sekarang paham Ahlussunah Waljama’ah (Aswaja) mulai terdesak oleh paham Wahabi yang terkenal oleh pengusungnya dengan sebutan Salafi. Penggagas paham Salafi yang pertama adalah Ibn Taimiyyah lalu dilanjutkan oleh muridnya Ibn Qayyim al-Jauzi. Lalu paham Salafi ini hilang ditelan masa, dan bangkit kembali pada tahun awal abad 19 oleh Abdul Wahab. Seorang Badui daerah Najd. Sebenarnya pemeluk paham Salafi minoritas dari seluruh umat Islam. Tetapi kerana publikasi yang luas dan dukungan dana yang kuat dari kerajaan Saudi, paham ini seakan-akan menggerogoti paham Aswaja yang dianut mayoritas umat islam.

Nama Aswaja Muncul dari perpaduan kedua hadits dibawah ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَهَلَكَتْ سَبْعُونَ فِرْقَةً وَخَلَصَتْ فِرْقَةٌ وَاحِدَةٌ وَإِنَّ أُمَّتِي سَتَفْتَرِقُ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَتَهْلِكُ إِحْدَى وَسَبْعِينَ وَتَخْلُصُ فِرْقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ تِلْكَ الْفِرْقَةُ قَالَ الْجَمَاعَةُ الْجَمَاعَةُ (رواه أحمد: 12022)

...قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي (رواه الترمذي: 2565)

“ Dari Anas bin Malik: Bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: (Bani Israil telah terbagi menjadi 71 golongan, binasalah 70 golongan tersisa menjadi satu golongan. Dan sesungguhnya umatku akan tercerai berai menjadi 72 golongan, maka binasalah 72 golongan dan tersisa satu golongan). Para sahabat bertanya: ya Rasulullah siapakah golongan yang tersisa itu? Rasulullah bersabda: (Jama’ah jama’ah). (HR Ahmad: 12022)

“..........Rasulullah bersabda: (mereka mengikuti apa yang dibawa oleh aku dan sahabatku). (HR Tirmidzi: 2565)

Dalam hadits ini disebutkan Yahudi akan terbagi menjadi 71 golongan dan tersisa satu. Dalam riwayat lain disebutkan Kristen terbagi juga menjaid 71 dan tersisa satu. Sedangkan umat Islam terbagi menjadi 72 golongan dan tersisa satu; yaitu yang berpegang teguh pada Jamaah atau kebersamaan. Dalam riwayat Tirmidzi adalah yaitu orang yang berpegang teguh pada apa yang dibawa oleh Nabi dan Sahabatnya.

Dengan menyatukan kedua riwayat dari hadits tadi kita akan menemukan definisi Umat Islam yang di sebut Nabi akan selamat adalah orang yang berpegang teguh dalam kebersamaan atau jama’ah dan berpegang teguh pada apa yang dibawa oleh Nabi dan sahabat yaitu sunnah. Maka lahirlah nama Ahlussunah wal Jama’ah.

Dari kedua riwayat hadits ini maka kita bisa melihat manakah umat Islam yang termasuk dalam golongan yang selamat atau yang binasa. Dengan filter jama’ah dan sunnah kita bisa mengklasifikasikan mana golongan Aswaja dan mana golongan non Aswaja:

1. Orang yang tidak mengakui Kenabian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak mengakui Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai Nabi terakhir bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti Jama'ah Ahmadiyah, Syiah Qaramithah, Syiah Druz.

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (سورة الأحزاب: 40)

"Muhammad itu bukanlah sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (QS Al-Ahzab: 40)

1. Orang yang membenci Nabi dan Ahlul Bait Nabi bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti: Bahaiyyah, Sikh, Syiah Imamiah dan lainnnya.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي بِحُبِّي (رواه الترمذي: 3722)

"Dari Ibn Abbas berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((Cintailah Allah atas apa yang dimakan oleh kalian dari sebagian daripada nikmat-nikmat-Nya, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah Ahlul Baitku karena cinta kepadaku)) (HR At-Tirmidzi: 3722)

1. Orang yang membenci Sahabat bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti golongan Syiah yang membenci Abu bakar, Umar, Usman, dan Aisyah. Juga golongan Khawarij yang mengkafirkan semua sahabat. Juga Ibn Taimiyyah yang membenci Ali radliyallahu 'anhu (Baca Minhaj as-Sunnah Jil:4 Hal:485, Jil:8 Hal:329 atau Jil:4 Hal:500).

عَنْ عَطَاءِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ ". (مصنف ابن أبي شيبة ج 7 ص 550)

"Dari Atha` berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((Siapa saja yang menghina para Sahabatku, maka tetaplah baginya laknat Allah)) (Mushannaf Ibn Abi Syaibah Juz 7 Hal 550)

1. Orang yang tidak mengakui sunah dan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti golongan Inkar Sunah.

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (سورة الحشر: 7)

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya". (QS Al-Hasyr: 7)

1. Orang yang membid’ahkan sunah Nabi bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti membidahkan Qunut Shubuh, shalawat setelah adzan, memberi makan kepada yang bertazi’ah, membaca Yasin kepada yang mati, tawasul, tabaruk, menghadiahkan pahala, mencium tangan, membaca sayyidina, ziarah Qubur, istigatsah, mushafahah setelah shalat, shalat sunah sebelum jumat, talqin mayit dan lain-lainnya. Semua yang disebut diatas adalah sunah Nabi. (Lihat Lampiran)

فَقَالَ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ (رواه ابن ماجه: 42)

"Maka Rasulullah bersabda: ((kalian harus tetap bertqwa kepada Allah serta mendengar dan taat walaupun (kalian) adalah budak Habsyi. Dan kalian akan melihat sepeninggalku perselisihan yang hebat! Maka tetaplah kalian atas sunatku dan sunat Khulafa Rasyidin yang diberi petunjuk. Gigitlah sunat tersebut dengan gigi geraham kalian)) (HR Ibn Majah: 42)

1. Orang yang membid'ahkan sunah para Sahabat bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Seperti membid'ahkan tarawih berjamaah, tarawih 20 rakaat, tasbih, dua adzan dalam jumat, penggunaan tongkat dalam khutbah dan yang lainnya. (Lihat lampiran)
2. Orang yang tidak mengikuti kebersamaan atau mayoritas bukanlah termasuk Ahlussunah wal Jama'ah. Sedangkan penganut teori Asy’ari dan Maturidi merupakan mayoritas dari seluruh umat islam dan mencapai 80% dari keseluruhan umat Islam. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمْ اخْتِلَافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ (رواه ابن ماجه: 3940)

“Dari Anas bin Malik berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ((Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan dan apabila kalian melihat perselisihan (perbedaan pendapat) maka berpegang teguhlah pada yang mayoritas (sawadul a’zham).)) (HR Ibn Majah)

عَنْ عَرْفَجَةِ بْنِ شَرِيْحٍ الأَشْجَعِيِّ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : « سَيَكُونُ بَعْدِي هَنَّاتٌ وَهَنَّاتٌ ، فَمَنْ رَأَيْتُمُوهُ فَارَقَ اْلجَمَاعَةَ أَوْ يُرِيدُ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَمَرَهُمْ جَمِيْعٌ ، فَاقْتُلُوهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ مَعَ اْلجَمَاعَةِ ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ مَنْ فَارَقَ اْلجَمَاعَةَ يَرْتَكِضُ (رواه ابن حبان: 4660)

"Dari 'Arfajah bin Syarih Al-Asyja'i berkata: saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((Akan terjadi setelah peninggalanku kejelekan-kejelekan dan kejelekan-kejelekan, maka barang siapa dari kalian meliat seseorang yang pisah dari jama'ah atau berusaha untuk memisahkan umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan menyuruh mereka semua, maka bunuhlah dia oleh kalian siapapun orang tersebut, karena perlindungan Allah ada dengan jama'ah, sesungguhnya Syetan beserta dan duduk dengan orang yang pisah dari jama'ah)) (HR Ibn Hibban: 4660)

Alhamdulillah pengikut teori Asy’ari dan Maturidi adalah mayoritas dari seluruh umat Islam. Bahkan dalam hadits lain telah ditetapkan bahwa penganut teori Asy’ari dan Maturidi adalah Amir dan pasukan terbaik Nabi. Rasulullah bersabda:

عَنْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بِشْرٍ الْخَثْعَمِيُّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ (رواه أحمد: 18189)

“Dari Abdullah bin Basyir al-Khats’ami dari bapaknya bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ((Maka akan dibebaskanlah kota Konstantiniyyah, maka Amir (pemimpin pasukan) yang paling baik adalah amirnya, dan pasukan yang paling baik adalah pasukan tersebut)). (HR Ahmad: 18189)

Orang yang membebaskan Konstantiniyyah atau Konstantinopel adalah Sultan Muhammad a-Tsani al-Fatih (1429-1481) dari kerajaan Turki Ustmani yang menganut teori Asy’ari/Maturidi dan mengamalkan madzhab Syafii dan seorang murid dari Thariqah Qadiriyyah.

Beliau membebaskan Konstantinopel pada tahun 1453 dan merubah nama kota tersebut menjadi Islambul dan sekarang menjadi Istambul. Beliau mendirikan masjid Biru di kota tersebut dan menghapuskan kerajaan Romawi dalam peperangan 40 hari yang melelahkan di selat Bosporus.

Kedua hadits ini –hadits sawadul a’zham dan hadits konstantiniyyah– adalah bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa penganut teori Asy’ari dan Maturidi adalah termasuk dalam golongan Ahlussunah waljama’ah. Dan apabila ada orang yang mengatakan pengikut teori Asy’ari dan Maturidi tidak termasuk aswaja maka cukuplah kedua hadits ini buktinya.

Maka kesimpulannya Ahlussunah waljama’ah adalah orang yang mengikuti Nabi dan para sahabat serta ada dalam jama’ah. Maka diluar ini bukanlah termasuk aswaja.


b. Sejarah Ahlussunah wal Jama'ah

Wahyu Tuhan pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang bertahannuts di Gua Hira. Ketika itulah Islam mulai mengibarkan panji-panjinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai pedoman bagi para panutannya. Setiap kali para sahabat mempunyai permasalahan, baik permasalah dunia ataupun akhirat selalu ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika ada pertentangan antar sahabat, selalu diselesaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Selama dua puluh dua tahun dua bulan dua puluh dua hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu sebagai pedoman dan tumpuan harapan bagi para sahabat.

Pada umur enam puluh tiga tahun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat. Para Sahabat kebingungan kehilangan pedoman dan tumpuan harapan. Bahkan pada hari wafatnya beliau, ketika para Ahlul Bait sibuk menguruskan pemakaman Rasul, kaum muhajirin dan anshar berselisih akan kekuasaan yang ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, malah mereka mengacungkan pedang antar mereka sendiri. Untung saja Abu Bakar radliyallahu 'anhu datang dan menyelesaikan perselisihan itu, lalu Abu Bakar radliyallahu 'anhu didaulat untuk menjadi pengganti Rasul dalam masalah kepemimpinan.

Namun masalah tidak langsung selesai, Ahlul Bait yaitu Siti Fatimah radliyallahu 'anha menuntut Abu Bakar radliyallahu 'anhu agar tanah Fadak yang berada di Khaibar diserahkan kepada Ahlul Bait karena merupakan peninggalan Rasul, namun Abu Bakar radliyallahu 'anhu bersikeras tidak memberikannya, karena Nabi dan Rasul tidak mewariskan apapun kepada umatnya kecuali Al-Quran dan Hadits. Abu Bakar radliyallahu 'anhu juga pernah berselisih dengan Umar radliyallahu 'anhu, ketika Umar radliyallahu 'anhu menginginkan agar Al-Quran dibukukan, namun Abu Bakar radliyallahu 'anhu tidak menyetujuinya karena membukukan Al-Quran dianggap bid'ah oleh Abu Bakar radliyallahu 'anhu.

Sepeninggal Abu Bakar radliyallahu 'anhu, Umar radliyallahu 'anhu melanjutkan kepemimpinan Umat Islam ketika Itu. Sikap tegas dan keras Umar bin Khattab radliyallahu 'anhu bisa meredam berbagai perselisihan yang terjadi antar umat Islam ketika itu. Malah ketika Umar radliyallahu 'anhu membukukan Al-Quran tidak ada seorang sahabatpun yang menolaknya. Al-Quran yang telah dibukukan itu di simpan di Rumah Hafsah binti Umar radliyallahu 'anha. Namun ketegasan Umar radliyallahu 'anhu berbuntut panjang. Umar radliyallahu 'anhu dibunuh oleh seorang munafiq yang tidak puas akan hasil pengadilan Umar radliyallahu 'anhu kepadanya.

Kepemimpinan Umar radliyallahu 'anhu diteruskan oleh Utsman radliyallahu 'anhu yang sudah beranjak tua. Enam tahun pertama dalam kepemimpinan Utsman radliyallahu 'anhu dianggap sukses oleh umat Islam ketika itu. Namun enam tahun setelahnya Utsman radliyallahu 'anhu mulai mendapat cobaan dari rakyatnya. Umat Islam tidak puas atas kepemimpinan Utsman radliyallahu 'anhu karena banyak dari petinggi negara adalah saudaranya. Ketegangan memuncak ketika Marwan bin Hakam memalsukan tanda tangan Utsman radliyallahu 'anhu yang menyatakan Muhammad bin Abu Bakar harus dibunuh. Padahal Muhammad bin Abu Bakar baru saja diangkat oleh Utsman radliyallahu 'anhu sebagai Gubernur Mesir yang baru.

Mengetahui dirinya akan dibunuh, Muhammad bin Abu Bakar marah dan memprovokasi rakyat madinah agar mengepung Utsman radliyallahu 'anhu. Utsman radliyallahu 'anhu terbunuh oleh orang mesir yang mengikuti Muhammad bin Abu Bakar menyelinap ke atap rumah Utsman radliyallahu 'anhu. Inilah awal dari fitnah besar yang terjadi dalam umat Islam. Jasa terbesar Utsman radliyallahu 'anhu adalah mengkodifikasikan Al-Quran dan membakar Al-Quran yang tidak sesuai dengan Al-Quran yang ada pada Utsman radliyallahu 'anhu.

Utsman radliyallahu 'anhu digantikan oleh Ali radliyallahu 'anhu, walaupun golongan Muawiyah radliyallahu 'anhu, Zubair radliyallahu 'anhu, Thalhah radliyallahu 'anhu dan Siti Aisyah radliyallahu 'anha tidak menyetujui pengangkatan ini. Terjadilah perang Unta antara Thalhah radliyallahu 'anhu, Zubair radliyallahu 'anhu, dan Siti Aisyah radliyallahu 'anha melawan Ali radliyallahu 'anhu yang dimenangkan oleh Ali radliyallahu 'anhu. Thalhah radliyallahu 'anhu dan Zubair radliyallahu 'anhu terbunuh dalam peperangan ini, sedangkan Siti Aisyah radliyallahu 'anha dikembalikan Ali radliyallahu 'anhu ke Madinah secara terhormat. Lalu setelah itu terjadi perang Sifin antara Ali radliyallahu 'anhu dan Muwiyah radliyallahu 'anhu yang diakhiri oleh Tahkim (Pengadilan) antara dua kubu. Namun kubu Muawiyah radliyallahu 'anhu yang diwakili oleh Amr bin Ash radliyallahu 'anhu melakukan kecurangan sehingga membuat Ali radliyallahu 'anhu harus menyerahkan kepemimpinannya kepada Muawiyah radliyallahu 'anhu.

Munculah golongan Khawarij yang tidak menerima putusan dari tahkim, mereka mengkafirkan semua orang yang mengikuti tahkim dan perang unta termasuk semua Sahabat. Mereka mengumandangkan panji "Tiada Hukum Selain Allah!!". Semua orang kafir kecuali mereka sendiri. Golongan Khawarij ditumpas oleh Ali radliyallahu 'anhu di Nahawan, Iran. Khawarij terkenal akan ketekunan mereka dalam beribadah, sehingga lutut dan dahi mereka menghitam karena lamanya mereka dalam bersujud. Namun mereka sangat leterlek dalam menafsirkan setiap ayat-ayat Al-Quran, sehingga mereka tersesat dalam penafsiran yang dihasilkan oleh mereka sendiri. Setelah markasnya dihancurkan, Khawarij berusaha balas dendam dengan mengirimkan pembunuh kepada Ali radliyallahu 'anhu, Muawiyah radliyallahu 'anhu dan Amr bin Ash radliyallahu 'anhu. Namun hanya Ibn Muljam yang berhasil membunuh Ali radliyallahu 'anhu, sedangkan Muawiyah radliyallahu 'anhu dan Amr radliyallahu 'anhu selamat dari usaha pembunuhan Khawarij.

Setelah meninggalnya Ali radliyallahu 'anhu, perselisihan menjadi semakin tajam antara Ahlul Bait dan Muawiyah radliyallahu 'anhu. Sehingga memunculkan golongan syiah yang mengagungkan Ahlul Bait secara berlebihan bahkan menuhankan Ali radliyallahu 'anhu. Lalu munculah berbagai golongan; mulai dari qodariyah, jabariyah, murjiah, mu'tazilah dan lain-lainnya. Namun hanya mu'tazilahlah yang berhasil menguasai kepemimpina kala itu. Al-Ma`mun sebagai Khalifah Abbasiyah yang senang akan filsafat Yunani memerintahkan dengan kekerasan agar semua daerah kekuasaannya mempraktekan faham mu'tazilah dalam kehidupannya. Mu'tazilah lahir dari rahim pemikiran Washil bin Atha' yang tidak puas akan jawaban Hasan Al-Bashri gurunya tentang bagaimana nasib orang mukmin yang berdosa.

Abu Hasan Al-Asy'ari atau Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abdullah bin Abu Musa Al-Asy'ari dilahirkan pada tahun 260 H di Basra dan wafat pada tahun 324 H. Al-Asy'ari dibesarkan dalam tradisi Mu'tazilah, bahkan beliau menjadi seorang pendakwah Mu'tazilah yang keras dan gigih. Namun pada bulan ramadan ketika beliau berumur 40 tahun, beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW tiga kali dan diperintahkan agar menekuni Al-Quran dan Hadits. Pada hari jumat tahun 300 H beliau keluar dari rumahnya dan berpidato secara lantang di Masjid Bashrah:

"Barangsiapa yang kenal saya, akan kenal saya; dana barangsiapa yang tidak kenal saya biarlah ia tahu bahwa saya adalah fulan bin fulan. Saya telah berpendapat tentang penciptaan al-quran, dan bahwa Tuhan tidak akan dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala dan bahwa makhluk menciptakan perbuatannya sendiri. Nah saya telah bertobat dari mu'tazilah dan kini melawan mereka" Lalu beliau melemparkan sorbannya. (Tabyin Kadzib Al-Muftari, Ibn Asakir Hal 50)

Setelah peristiwa ini setiap orang yang mengikuti al-Asy'ari dinamakan Ahlussunah wal jama'ah. Karena al-Asy'ari memperjuangkan apa yang dibawa oleh rasul dan para sahabat, yaitu mengutamakan Al-quran dan Hadits daripada akal pikiran. Di lain tempat yaitu di Samarkand, Al-Maturidi atau Abu Mansur Muhammad bin Muhammad Al-Maturidi berusaha menentang pemikiran dan paham Mu'tazilah. Beliau dilahirkan pada tahun 238 H dan wafat pada tahun 333 H. Teori Al-Asy’ari sangat mirip dengan teori Al-Maturidi padahal keduanya belum pernah bertemu. Para penganut Aswaja memakai empat madzhab dalam fiqh yaitu Hanafi, maliki, Syafii dan Hanbali. Di asia tenggara khususnya Indonesia Madzhab Syafii lebih dominan dipakai, karena lebih cocok dengan kondisi dan iklim Indonesia.

Doktrin dari Madzhab Al-Asy'ari adalah:

1. Nabi dan wahyunya adalah otoritas tertinggi.
2. Sumber utama dalam pengambilan hukum adalah: Al-Quran dan Hadits. Apabila tidak menemukannya dalam Al-Quran dan Hadits maka dipecahkan melalui Ijma, qiyas dan ijtihad bagi yang mampu.
3. Ayat-ayat Al-Quran harus ditafsirkan sesuai dengan konteks keseluruhan Al-Quran.
4. Kepemimpinan empat Khalifah yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali adalah sah. Dan semua sahabat adalah adil dalam semua keputusan mereka.
5. Semuanya berjalan menurut taqdir Allah.
6. Allah bisa dilihat di akhirat.
7. Menolak Tajsim (penyerupaan dengan makhluk), menerima Ta'wil (penafsiran) dan Tafwidl (mendiamkan) dalam Ayat-ayat Musyabihat.
8. Al-Quran Kalam Allah bukan makhluk.
9. Kehendak dan kekuasaan mutlak milik Allah.
10. Orang beriman yang berdosa imannya tidak akan hilang, tapi disebut fasiq.
11. Iman kepada Allah dan semua sifat-sifatnya
12. Iman kepada Malaikat Allah.
13. Iman kepada Utusan-utusan Allah.
14. Iman kepada Kitab-kitab Allah.
15. Iman kepada Hari Akhir.
16. Iman kepada Qadla dan Qadar.
17. Semua perbuatan manusia adalah ciptaan Allah dan manusia wajib berikhtiar (berusaha) dalam segala perbuatannya.

c. Nahdlatul Ulama dan Ahlussunah wal Jama'ah

Islam pertama kali tiba ke Nusantara diperkirakan pada abad ke 14 Masehi, hal ini diperkuat dengan batu nisan di Pasai Sumatera Utara yang bertanggalkan 17 Dzulhijjah 831 H / 27 September 1428, dan juga makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik Jawa Timur bertahunkan 822 H / 1419 M.

Menurut hikayat Dinasti Tang di Cina menyatakan bahwa terdapat Ta Shih yang menguatkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (671 M). Shih ditafsirkan oleh para ahli sebagai bangsa Arab. Oleh karena itu Islam datang lebih awal lagi.

Malah menurut sebuah kitab persia berjudul "Ajaibul Hind" yang bertahunkan 390 M menyatakan bahwa adanya kunjungan pedagang Muslim ke kerajaan Zabaj, dan setiap pendatang baik lokal ataupun luar harus "bersila". Zabaj diidentikan dengan Sriwijaya.

Islam datang ke Nusantara dengan damai tanpa pedang dan lumuran darah. Islam sampai ke Nusantara melalui perdagangan, pernikahan, kesenian dan pendidikan oleh para Kiai dan Da'i Pondok Pesantren. Yang paling masyhur adalah para Da'i yang terkumpul dalam Majlis Wali Songo atau Wali Sembilan yang bermarkas di pesantren Ampel Denta Jawa Timur.

Setiap Wali menunjukan kedigdayaannya untuk menaklukan para Resi-resi Hindu agar mereka bertekuk lutut dan memeluk agama Islam. Di lain pihak ada juga Wali yang mengembangkan kesenian dengan maksud berdakwah melalui kesenian. Dapat dipastikan para Wali Songo ini adalah Da'i dari golongan Ahlussunah wal Jama'ah. Karena kepercayaan atas karamah pada seorang wali hanya ada pada paham Ahlussunah wal Jama'ah.

Ada juga Wali yang hanya terkenal di daerahnya, seperti Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang mempunyai pesantren di dalam Gua. Ataupun Sunan Rahmat Suci yang tinggal di Gunung Godog Garut, yang dikisahkan pernah menantang berkelahi Ali radliyallahu 'anhu. Semua cerita Wali selalu dibumbui tentang karamah.

Selanjutnya perjuangan dakwah para Wali dilanjutkan oleh Kiai-kiai Pondok Pesantren. Hampir di setiap penjuru Nusantara ada yang namanya Pondok Pesantren atau semacamnya. Pondok Pesantren menjadi pusat kehidupan masyarakat ketika itu, baik secara duniawi ataupun ukhrawi. Pondok Pesantren telah ada sejak abad ke-16 M, kenyataan ini termaktub dalam serat Cebolek dan serat Cantini.

Pada masa penjajahan, Pondok Pesantren menjadi pusat perjuangan melawan penjajah. Ruh-ruh jihad dikumandangkan dari setiap masjid Pesantren. Malah beberapa Pondok Pesantren melakukan penyerangan fisik kepada penjajah, seperti yang dilakukan oleh KH. Zaenal Mustafa dan rekan-rekannya.

Pondok Pesantren menjadi corong dari sinar Ahlussunah wal Jama'ah di Nusantara. Masyarakat Nusantara yang mayoritas beragama Hindu dan Budha tiba-tiba secara ajaib dan singkat berubah menjadi beragama Islam. Ini tentunya tidak lepas dari Pondok Pesantren yang merupakan ujung tombak penyebaran Islam di Indonesia.

Pada awal abad ke-19 tepatnya tahun 1924, Ibnu Saud yang berhaluan Wahabi berhasil mengusir Syarif Husain dari Makkah. Setelah menjadi penguasa, Ibnu Saud menghapus praktek-praktek keagaaman yang dianggap sesat oleh mereka. Akhirnya paham Ahlussunah wal Jama'ah tergrogoti oleh paham Wahabi.

Para Kiai Pondok Pesantren tidak tinggal diam atas kejadian ini, lalu pada tahun 1926 M para Kiai dipimpin oleh KH. Wahab Chasbullah memutuskan untuk membentuk Komite Hijaz yang bertugas untuk menghadiri Kongres Islam di Makkah dan menemui langsung Ibnu Saud agar menghormati dan memberi kebebasan pada praktek keagamaan Ahlussunah wal Jama'ah.

Keputusan pembentukan Komite Hijaz ini akhirnya melahirkan suatu organisasi Islam yang dinamakan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama atau organisasi kebangkitan para Kiai yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari. Jam'iyyah ini bertujuan untuk membina terwujudnya masyarakat Islam berdasar akidah Ahlussunah wal Jama'ah.

Ke Aswajaan NU terlihat dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama yang menyatakan "bahwa para ulama Ahlussunah wal Jama'ah Indonesia terpanggil untuk mengorganisasikan kegiatan-kegiatan dalam satu wadah yang disebut NAHDLATUL ULAMA dengan tujuan untuk mengamalkan Islam menurut faham Ahlussunah wal Jama'ah".

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama BAB II Pasal 3, Nahdlatul Ulama dinyatakan sebagai Jam'iyyah Diniyyah Islamiyyah beraqidah Islam menurut faham Ahlussunah wal Jam'ah dan menganut salah satu Madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Dalam BAB IV Pasal 5, Nahdlatul Ulama bertujuan untuk memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunah wal Jama'ah dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam BAB VI Pasal 7, Nahdlatul Ulama berusaha untuk terlaksananya ajaran Islam menurut faham Ahlussunah wal Jama'ah dalam masyarakat dengan melaksanakan Amar Ma'ruf Nahi Munkar serta meningkatkan Ukhuwah Islamiyyah.

Menurut konsep kembali ke Khittah 1926 dinyatakan bahwa dasar-dasar paham keagamaan NU bersumber dari Al-Quran, Sunah, Ijma dan Qiyas, dan menggunakan jalan pendekatan madzhab yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi di bidang akidah. Salah satu dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali di bidang fikih; di bidang tasawuf mengikuti antara lain: Imam Al-Junaid Al-Baghdadi, Imam Al-Ghazali.

Ciri dari paham keagamaan NU adalah

1. Tawasuth wal I'tidal (Moderat).

قَالَ : « خَيْرُ اْلأُمُورِ أَوْسَاطُهَا » (شعب الإيمان للبيهقي: ج 14 ص 113)

"Rasullah bersabda: ((Sebaik-baik perkara adalah pertengahannya)). (Syu'bul Iman, Al-Baihaqi, Juz 14 Hal. 113)

2. Tasamuh (Toleran).

a. Tasamuh antar Muslim.

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (سورة فصلت: 34)

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia". (QS Fushilat: 34)

b. Tasamuh antar manusia.


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (سورة النحل: 125)

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS An-Nahl: 125)

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (سورة الكافرون: 6)

"Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS Al-Kafirun: 6)

3. Tawazun (Seimbang/Adil).


إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (سورة النساء: 58)

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (QS An-Nisa: 58)

4. Amar Ma'ruf Nahi Munkar.

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (سورة آل عمران: 104)

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (QS Ali Imran: 104)

Alhamdulillah NU termasuk golongan Ahlussunah wal Jama'ah apabila dilihat dari persyaratan yang telah disebutkan di awal. Namun kita tidak boleh fanatis bahwa NU saja yang Ahlussunah wal Jama'ah dan yang lain tidak, karena setiap golongan yang memenuhi kriteria persyaratan tadi, maka golongan tersebut masuk dalam golongan Ahlussunah wal Jama'ah, insya Allah.

Akhirul kalam, marilah kita merenungi kedua hadits ini:

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ نُعْمَانَ بْنَ قَوْقَلٍ جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوبَاتِ وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلَالَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا أَفَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَالَ نَعَمْ (رواه أحمد: 14220)

"Dari Jabir bahwasanya Nu'man bin Qauqal datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: Ya Rasulallah apakah pandangan Anda apabila aku melaksanakan shalat fardlu, aku melaksanakan puasa Ramadlan, aku mengharamkan yang haram, aku menghalalkan yang halal dan aku tidak menambah apapun atas yang tadi, apakah aku akan masuk Surga? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: ((Iya!)) (HR Ahmad: 14220)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (رواه البخاري: 6737)

"Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ((seluruh umatku akan masuk Surga kecuali yang tidak mau)). Sahabat bertanya: siapakah yang tidak mau? Rasul menjawab: ((orang yang taat padaku akan masuk Surga, orang yang durhaka kepadaku akan masuk Neraka))" (HR Bukhari: 6737)

Wallahu a'lam bish-shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!