Mempertahankan Faham Islam Moderat; Antara Ekstrimisme Dan Apatisme, Antara Sikap Berlebihan Dan Sikap Tidak Pedul
Ekstrimisme dalam lapangan praktis
Setelah kita memahami faham-faham ekstrim yang terjadi di masa lampau, juga faham-faham ekstrim yang terjadi masa sekarang ini dari kelompok-kelompok yang mengkafirkan seluruh kaum muslimin, seperti kelompok bernama “Zhahirah al-Takfir al-Muthlaq”, “Jama’ah al-Takfir Wa al-Hijrah”, “Hizb al-Ikhwan” dan lainnya. Kelompok-kelompok tersebut berkedok dengan mengatasnamakan diri mereka sebagai “gerakana kebangkitan Islam” atau “kebangkitan kaum muslimin” atau dengan lainnya. Di sini kita perlu waspada terhadap bahaya yang mereka hasilkan dalam kehidupan orang Islam banyak. Sikap mereka dalam mengkafirkan dan menyesatkan orang-orang di luar mereka karena tidak memakai hukum Allah -sebagaimana yang mereka sangka-, adalah sebab bagi beberapa negara Arab dari terjadinya berbagai peristiwa berdarah. Dimulai dari berbagai peristiwa di Mesir, kemudian di wilayah wilayah Siria, Yordania, Aljazair dan berbagai negara Arab lainnya, yang telah berlangsung sekitar lima puluh tahun belakangan ini. Kehancuran fisik terus meluas, berbagai ledakan bom silih berganti dari satu bandara ke bandara yang lain, pembunuhan mereka arahkan kepada berbagai lapisan manusia; sipil, polisi (militer), para ulama dan kepada orang-orang yang tidak tahu menahu. Denan segala kepalsuan dan kebodohan, mereka melakukan hal ini atas nama Islam.
Perhatikan ini, menteri urusan wakaf di negara Mesir dahulu; Syekh al-Dzahabi, pada tahun 1977 dibunuh oleh tangan-tangan mereka! Mereka itu menamakan diri sebagai organisasi Jama’ah Islamiyyah. Padahal Syekh al-Dzahabi adalah salah seorang ulama terkemuka di negara Mesir. Beliau dibunuh oleh mereka, hanya karena beliau menganggap bahwa gerakan-gerakan organisasi ekstrim tersebut adalah bagian dari usaha terselubung dari -mereka yang menamakan diri- gerakan pembebasan Islam (al-tahrir al-Islami), di mana para pelaku tersebut adalah pentolan dari gerakan bernama “Hizb al-Tahrir al-Islami” yang muncul sekitar 70 tahun lalu yang dipelopori oleh Taqiyuddin al-Nabhani tahun 1952 di Mesir.
Mereka pula yang telah membunuh Syekh Muhammad al-Syami sekitar 10 tahun yang lalu di masjid jami’ al-Sulthaniyyah di wilayah Halab. Beliau dibunuh saat tengah berdiri shalat di dalam mihrab, hanya karena beliau bekerja sama dengan orang-orang pemerintahan dalam berkhidmah dan mengurus kebutuhan masyarakat.
Mereka pula yang telah meledakan empat bis yang ditumpangi penuh oleh orang-orang Islam di dekat wilayah Himsh Siria. Tidakkah kita meresa aneh; mereka hidup bersama-sama dan bergaul dengan orang-orang/pemerintah yang memakai hukum buatan manusia, namun pada saat yang sama mereka mengkafirkan orang-orang tersebut hanya karena praktek hukum dari muatan lokal Arab!!!
Lihat, Sayyid Quthb, pada tahun 60an ia telah memberikan pengaruh besar terhadap pemuda-pemuda Mesir. Dari buku-buku tulisan Sayyid Quthb yang memuat banyak klaim terhadap kekufuran orang-orang Islam masa kini, -hanya karena tidak memakai hukum Islam-, para pemuda Mesir tersebut membuat berbagai kekacauan dan pemberontakan terhadap pemerintah saat itu. Mereka beranggapan -seperti yang ditekankan Sayyid Quthb dalam berbagai karyanya-, bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk merubah masyarakah jahiliyyah agar menjadi masyarakat Islami.
Bermula dari sini terjadilah kemudian pertentangan hebat di beberapa negara Arab antara politik sosial setempat dengan faham-faham ekstrim yang oleh para penggeraknya diberi lebel dengan berbagai nama; ada faham ekstrim dengan nama “Syabab Muhammad”, ada pula dengan nama “al-Muslimun”, atau “al-Jama’ah al-Islamiyyah”, atau “Jama’ah al-Takfir Wa al-Hijrah”, dan nama-nama lainnya.
Di sekitar tahun 80an nama yang mucul lebih besar dari nama-nama lainnya adalah “al-Jama’ah al-Islamiyyah”. Kelompok ekstrim ini membesar karena memiliki kakuatan senjata. Dan kelompok inilah yang bertanggung jawab terhadap berbagai kejadian teror dan pembunuhan hingga berbagai kekacauan lainnya di wilayah Mesir di tahun 80an tersebut. Dengan demikian sangat ironi dan buruk bila kemudian ada sebagian orang di negara-negara Arab dan negara-negara Islam non Arab apa bila Sayyid Quthb, atau orang-orang semacam dia, diklaim sebagai tokoh-tokoh intelektual Islam, atau menyebut mereka sebagai pembawa kebangkitan Islam. Karena sesungguhnya, pemikiran Sayyid Quthb, seperti yang ia tuangkan dalam karyanya “Ma’alim Fi al-Thariq”, menyebutkan bahwa Islam hanya mengenal dua golongan masyarakat; masyarakat muslim dan masyarakat jahiliyyah[7], dan bahwa masyarakat yang ke dua ini adalah masyarakat yang harus diperangi dengan berbagai kekuatan senjata, karena kelompok masyarakat ke dua ini, menurut mereka benar-benar halal dibunuh[8]. Lihat ungkapan semacam ini dari salah seorang pimpinan mereka dari kelompok “Jama’ah al-Nahdlah” di Tunisia, bernama al-Ghunusyi, ia mengatakan bahwa masyarakat yang ada sekarang adalah masyarakat kafir, juga orang-orang yang duduk dipemerintahan adalah orang-orang kafir, sementara Islam, menurutnya, telah memiliki ajaran untuk memberontak kepada orang-orang semacam itu[9]. “Jama’ah al-Nahdlah” ini pada tahun 1964 mengusung nama “al-Jama’ah al-Islamiyyah”[10]. Demikian pula partai yang dikomando oleh Abu al-A’la al-Maududi mengusung nama “al-Jama’ah al-Islamiyyah” ini.
Sebagain peneliti mengatakan bahwa nama-nama gerakan ekstrim dengan berbagai lebel tersebut satu sama lainnya memiliki corak tersendiri dalam kepemimpinan dan gerakan-gerakannya. Walaupun ada kemiripan, satu sama lainnya tidak saling berhubungan dan tidak dikomando dari satu pimpinan tertinggi. Namun demikian mereka memiliki kesamaan dan datang untuk satu tujuan, ialah tujuan ekstrimisme dan teror-teror terselubung terhadap apapun dan terhadap siapapun yang tidak sefaham dengan mereka dalam masalah sosial politik. Karenanya tidak sedikit dari para kader periode pertama dan periode kedua dari gerakan-gerakan ini menumbuhkembangkan organisasi mereka di dalam penjara. Perbedaan faham antara mereka menjadikan sesama mereka saling mengkafirkan dan tidak mendirikan shalat berjama’ah satu kelompok dengan lainnya. Ini ditambah lagi dengan kerja samanya Sayyid Quthb dengan orang-orang faham komunis untuk melakukan pemberontakan. Hal ini nampak jelas dalam seruannya yang sampaikan pada tanggal 17 Mei 1934 agar semua orang untuk turun ke jalan dalam keadaan telanjang bulat, sebagaimana tulisannya ini telah dimuat di majalah al-Ahram Mesir[11].
Dan bisa jadi benih-benih ekstrimisme yang paling dahsyat di sekitar abad 8 hijriah adalah faham-faham yang telah ditanamkan oleh Ibn Taimiyah. Orang terakhir ini telah benyak menyalahi ijma’ (konsensus) kaum muslimin dalam -paling tidak- 60 masalah, sebagaimana hal ini telah disebutkan oleh al-hafizh Abu Zur’ah al-Damasyqi. Ibn Taimiyah banyak menyeru kepada akidah tajsim (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), menetapkan adanya arah bagi Allah, dan mengkafirkan orang-orang Islam yang bertawassul. Ia berkali-kali kelar masuk penjara karena faham ekstrimnya tersebut, hingga ia meninggal di dalam penjara “al-Qal’ah” di kota Damaskus, setelah ia dihadapkan kepada persidangan pada hakim (al-qadli) dari empat madzhab.
Karya-karya Ibn Taimiyah di kemudian hari dijadikan referensi yang tidak boleh dibantah dan dipastikan kebenarannya oleh mereka yang mengikuti faham-fahamnya. Belakangan timbul kelompok ekstrim yang merealisasikan faham-faham Ibn Tailiyah tersebut, mereka telah menenggelamkan banyak negara dan orang-orang Islam dalam lautan darah, mereka telah banyak membunuh orang-orang Islam dan membuat kacau balau. Kelompok terakhir ini timbul di sekitar setengah abad yang lalu. Dalam pada ini surat kabar Kuwait (al-Anba’ al-Kuwaitiyyah) telah menuliskan tentang gerakan ektrimisme yang berkembang pada abad 21, dengan judul “Ekstrimisme pada abad 21”[12]. Kemudian dalam surat kabar ini sebuah judul dengan tulisan sangat besar menyebutkan: “Literatur faham-faham ekstrim dan keras; mengupas tentang faham-faham Ibn Taimiyyah sebagai pangkal pokok”. Penulis kolom ini; Musthafa Salmawi, menyatakan sebagai berikut: “Semua gerakan ekstrim yang berada di Mesir dan di beberapa negara Arab, menyandarkan faham-faham mereka pada permulaannya kepada karya-karya yang ditulis oleh para pemikir, para da’i dan para imam. Dan yang paling utama dijadikan garis-garis pondasi oleh kaum ekstrim adalah karya-karya Ibn Taimiyah”.
Berikut ini adalah teks wawancara seorang wartawan; Muhdlar Tahqiq bersama Khalid Islambuli; salah seorang pengikut faham ekstrim;
Soal : Adakah Muhamad ibn ‘Abd al-Salam Faraj (salah seorang pimpinan faham ekstrim) mengharuskan anda untuk membaca buku-buku tertentu?
Jawab : Iya.
Soal : Karya-karya siapakah itu?
Jawab : Karya-karya Ibn Taimiyyah, yaitu “al-Fatawa” dan “al-Jihad Li al-Muslimin”. Kemudian kitab “al-Jihad Fi Sabilillah” karya Abu al-A’la al-Mududi, dan kitab “Nail al-Awthar” karya al-Syaukani.
Soal : Apakah ia (Muhamad ibn ‘Abd al-Salam Faraj) juga membicarakan prihal bangsa Tartar dan Jengiskhan?
Jawab : Benar.
Soal : Apakah yang ia katakan tentang ini?
Jawab : Ia berkata bahwa bangsa Tartar menampakan bahwa diri mereka adalah orang-orang Islam, mereka mempraktekan sebagian hukum-hukum Islam dalam negara mereka, namun sebagian hukum-hukum Islam lainnya mereka tinggalkan. Mereka mangucapkan dua kalimat syahadat, namun mereka merusak negara.
Soal : Apa pendapat Ibn Taimiyah prihal bangsa Tartar tersebut?
Jawab : Ia berpendapat bahwa bangsa Tartar tersebut harus diperangi walaupun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat.
Soal : Kemudian apakah kesimpulan masalah ini ditinjau dari hukum syari’at?
Jawab : Kesimpulannya adalah adanya kewajiban memerangi pemerintahan yang tidak memakai hukum Allah.
Penulis kolom ini kemudian mengatakan bahwa semenjak permulaan tahun 70an tema-tema seminar dan berbagai pertemuan di dalam mesjid telah mengalami perubahan yang sangat mendasar. Pertemuan-pertemuan tersebut mengarah kepada pembentukan opini faham-faham baru dalam agama, mencampuradukan antara perkebangan politik yang sedang berkembang dengan fatwa-fatwa agama. Dari sini kemudian timbul berbagai kritik kepada pemerintahan setempat, mereka kemudian mengajak siapapun yang shalat di masjid-masjid tersebut untuk sama-sama mengungkapkan rasa ketidakpuasan dan rasa kemarahan terhadap para pemerintahan tersebut. Mereka mengatakan bahwa kita hidup di tengah-tengah masyarakat jahiliyah, selama para pemerintahan tersebut tidak memakai hukum Allah. Kemungkinan besar faham ekstrim dalam hal ini adalah sikap dan fatwa yang disampaikan oleh DR. ‘Umar Abd al-Rahman yang melarang orang Islam untuk menshalatkan janazah Jamal ‘Abd al-Nashir (Persiden Mesir saat itu). Ajakan ‘Umar ‘Abd al-Rahman ini mendapat sambutan dari beberapa kelompok yang memiliki faham yang sama, terutam dari orang-orang dekatnya, bahkan untuk ini mereka menggunakan kekuatan fisik. Inilah beberapa di antara faham-faham ekstrim yang bermula timbul dari dalam pertemuan-pertemuan masjid. Sikap ekstrim yang sama juga diungkapkan oleh ‘Abdullah ibn Baz, di Saudi. Saat itu dengan lantang ia menyerukan larangan untuk menshalatkan gha’ib bagi Jamal ‘Abd al-Nashir, seraya menyatakan bahwa Jamal ‘Abd al-Nashir tersebut adalah seorang murtad dan kafir.
Masih dalam pernyataan penulis kolom ini, ia juga menyebutkan bahwa saat itu kitab-kitab yang paling banyak berkembang dan menjadi rujukan mereka adalah karya-karya Ibn Taimiyah[13]. Dengan dasar kitab-kitab itu pula mereka menghalalkan pembunuhan terhadap Anwar Sadat. Juga di antaranya kitab “Ma’alim Fi al-Thariq” karya Sayyid Quthb yang menggambarkan berbagai strategi dalam upaya membentuk “kelompok-kelompok dalam agama” untuk memerangi masyarakat jahiliyyah, dan strategi dalam membesarkan kolompok-kelompok tersebut dengan metode-metode dakwahnya sebagai persiapan secara fisik untuk membangun “daulah Islamiyyah”.
Untuk tujuan ini pula, ‘Ali Balhah, (salah seorang pimpinan mereka) dalam khutbah jum’at terakhirnya, sebelum kemudian ia dipenjarakan, ia menyerukan di hadapan seluruh anggota dan jama’ahnya, yang disebut dengan jama’ah Jabhah al-Inqadz, untuk menimbun senjata perang. Ini tidak lain sebagai persiapan untuk menuntaskan apa yang mereka sebut dengan “al-muwajahah” (perlawan).
Kemudian di Tunisia, salah seorang pimpinan mereka, al-Ghunusyi, dalam berbagai ceramahnya di dalam masjid-masjid banyak mengungkapkan hal yang sama. Benih-benih faham ekstrim telah berhasil ditanamkannya hingga mendorong satu kelompok bernama “al-Nahdlah”, salah satu wadah gerakan mereka, menyebarkan faham ekstrim keagamaan di wilayah Tunisia dengan leluasa. Gerakan al-Nahdlah ini kemudian dengan kekuatan dan biaya yang mereka miliki mampu membangun berbagai masjid yang secara khusus mereka jadikan sebagai prasarana bagi pergerakan ekstrimisme mereka sendiri. perpustakaan-perpustakaan masjid tersebut mereka penuhi dengan berbagai buku yang menjelaskan bahwa masyarakat sekarang adalah masyarakat jahiliyah, dan bahwa seluruh pemerintahan sekarang adalah pemerintahan kafir, dan bahwa memakai kekuatan apapun yang dipakai untuk mendirikan “negara Islam” dalam memerangi masyarakat jahiliyah dan pemerintah kafir tersebut dibolehkan.
Dengan demikian buku-buku tersebut memberikan kontribusi cukup besar dalam melahirkan berbagai kelompok, pertemuan-pertemuan, dan berbagai seminar di antara mereka yang kemudian menghasilkan berabagai teror terhadap orang-orang Tunisia secara keseluruhan. Teror yang mereka lancarkan tidak hanya terbatas kepada penduduk sipil, bahkan persiden Tunisia saat itu, menjadi sasaran pembunuhan. Lebih parah lagi mereka mendapatkan berbagai senjata modern yang sebelumnya tidak pernah ada satupun gerakan dalam urusan agama, diseluruh wilyah negara Arab, mempergunakan senjata semacam itu. Gerakan al-Nahdlah ini telah berhasil mendapatkan berbagai rudal darat dan rudal udara buatan Amerika yang bernama rudal “Stancer”, yaitu rudal-rudal yang diletakan dan ditembakan dari atas pundak. Sikap ekstrim dalam komunitas-komunitas terorganisir semacam ini tidak lain kecuali merupakan perpanjangan dari faham-faham ekstrim kaum Khawarij terdahulu. Faham Khawarij ini kemudian dikembangkan Ibn Taimiyah, selanjutnya kini oleh Hizb al-Ikhwan dan antek-anteknya. Faham yang menyatukan di antara mereka adalah konsep “al-Hakimiyyah”; adalah faham yang mengatakan bahwa siapapun yang memakai hukum selain hukum Allah atau hukum Islam, sekalipun dalam masalah sepele, maka orang tersebut telah menjadi kafir. Dan di antara orang yang paling terpengaruh dengan konsep ini, bahkan orang ini telah meletakan dasar-dasar gerakan untuk mengembangkan faham ekstrim ini adalah Abu al-A’la al-Maududi dan Sayyid Quthb. Dua orang yang disebutkan terakhir ini berpendapat bahwa segenap masyarakat yang ada sekarang adalah masyarakat jahiliyyah, dan bahwa manusia secara keseluruhan telah menjadi murtad; keluar dari Islam, kecuali mereka yang memberontak kepada para pemerintahan dan membuat kekacauan dan pembunuhan, hanya orang-orang itulah menurut faham ekstrim mereka sebagai orang-orang Islam.
Berikut ini beberapa pernyataan Sayyid Quthb terkait masalah di atas dalam kitab tafsir karyanya; Fi Zhilal al-Qur’an: “Maka sama sekali tidak ada agama -Islam- bagi manusia jika mereka tidak mempergunakan hukum, untuk memecahkan segala permasalahan hidup mereka, jika tidak mempergunakan hukum Allah, dan sama sekali tidak ada agama Islam jika orang-orang dalam urusan-urusan mereka, baik dalam perkara kecil maupun perkara besar, kembai kepada hukum selain hukum-Nya. Dalam keadaan semacam ini yang ada hanyalah syirik dan kufur serta jahiliyyah, di mana Islam datang untuk menghapuskannya hingga akar-akarnya dari kehidupan manusia.
Di bagian lain dalam karyanya yang sama, Sayyid Quthb berkata[14]: “Seluruh manusia telah murtad kepada menyembah manusia, dan dengan menzhalimi agama-agama, mereka telah menyalahi “La Ilaha Illallah”, sekalipun sebagian mereka berulang-ulang di atas banyak menera menyuarakan “La Ilaha Illah” (dalam adzan), mereka tidak mengetahui tujuan kandungan kalimat tersebut, mereka tidak mnyelami makna kalimat ini, sekaipun mereka mengulang-ulangnya”.
Pada halaman yang sama, selanjutnya Sayyid Quthb berkata: “…hanya saja menusia telah kembai kepada kejahiliyahan dan telah murtad dari “La Ilaha Ilallah”, mereka telah menuhankan sesama manusia, mereka sama sekali tidak mentauhidkan Allah, dan sama sekali tidak memurnikan permintaan pertolongan dari-Nya”.
Kemudian berkata: “Islam adalah panduan bagi semua sisi kehidupan, siapa yang mengikuti seluruh ajarannya maka dialah seorang mukmin dan berada di dalam agama Allah, dan siapa yang mengikuti ajaran selain Islam, sekalipun dalam satu masalah sepele maka dia telah membangkang terhadap keimanan dan telah memusuhi ketuhanan Allah dan telah keluat dari agama-Nya, sekalipun secara terang-terangan ia mengumumkan bahwa ia berada di dalam dan menghormati keyakinan Islam”[15].
Selanjutnya berkata: “Bahwa Islam pada hari ini telah terhenti dari keberadaannya, ia te;ah menajdi tiada, dan kita sekarang hidup dalam masyarakat musyrik”[16].
Juga berkata: “Dengan melihat kenyataan mesyarakat sekarang yang jelas semacam ini, menjadi bertambah kuat bahwa seluruh manusia masa kini telah murtad kepada jahiliyah yang merata”[17].
Al-Muhaddits al-Syaikh ‘Abdullah al-Harari berkata: Yang mengherankan dari mereka adalah bahwa sebagian para pengikut Sayyid Quthb, mereka yang mempropagandakan pemikirannya, dan mereka yang mengkafirkan orang-orang yang memakai hukum selain hukum Allah sekaipun dalam masalah kecil, sebagain dari mereka ada bekerja di instansi-instansi pemerintahan setempat, ada yang jadi mengacara, bahkan ada yang bekerja langsung bersnetuhan dengan masalah perundang-undangan; seperti dalam pembuatan paspor, memberi viza tinggal, memindahkan atau mengirimkan barang-barang jaminan, memberlakuan apa yang disebut dengan “hak terbit” dalam karya-karya mereka, tidak boleh bagi siapapun tanpa seizin mereka, untuk mencetak dan memperbanyak karya-karya tersebut. Dan siapapun yang melakukan itu akan mendapatkan sangsi dari pemerintah. Sikap mereka ini cukup sebagai bukti akan kesesatan, kerancuan dan inkosistensi mereka. Dengan demikian, tanpa mereka sadari mereka telah mengkafirkan diri mereka masing-masing. Mereka mengkafirkan orang yang tidak memakai hukum Allah namun pada saat yang sama mereka sendiri memberlakukan selain hukum Allah[18].
Syaikh ‘Abdullah melanjutkan: Siapapun yang meneliti orang ini -Sayyid Quthb- ia akan menemukan bahwa dia tidak lain persis seperti kaum khawarij terdahulu, sama dengan salah satu sub sekte kaum khawarij tersebut yang bernama “al-Baihasiyyah”. Kelompok terakhir ini memiliki faham tersendiri di antara sub sekte Khawarij lainnya. Kelompok al-Baihasiyyah mengatakan bahwa pemerintahan siapapun yang tidak memakai hukum syari’at maka mereka telah menjadi kafir, demikian pula para rakyat yang ada di bawahnya, baik mereka setuju atau tidak, mereka semua telah menjadi kafir.
Bahaya faham ekstrim Sayyid Quthb dalam mengkafirkan secara mutlak terhadap orang-orang Islam bertambah kuat ketika faham ini kemudian juga dikuatkan oleh wakilnya, yang bernama Fathi Yakan. Orang terakhir ini menuiskan persis seperti faham Sayyid Quthb dalam karyanya yang berjudul “Kaifa Nad’u Ila al-Islam”, h. 112. Fathi Yakan menuliskan sebagai berikut:
“Sekarang ini kita melihat seluruh alam berisikan kemurtadan kepada Allah, dan berisikan kufur secara keseluruhan, tidak pernah sebelumnya kemurtadan dan kekufuran dikenal sedahsyat ini”.
Dalam buku berjudul “Madza Ya’ni Intima’i Li al-Islam”, pada hal. 133, cet. 10, th. 1983, ia menuliskan sebagai berikut:
“Orang-orang yang berada dalam golongan ini (Hizb al-Ikhwan) terkadang tidak sungkan untuk menyalahi beberapa perkara dalam masalah akidah Islam, bahkan menentang hal-hal yang telah menjadi dasar ajaran Islam itu sendiri. Mereka dalam hal ini memiliki alasan untuk mencari keterbukaan dan untuk mencari maslahat bagi kaum muslimin, seperti bergabung dalam bayang-bayang perundang-undangan kafir yang buat oleh manusia”.
Yang lebih mengherankan, setelah mereka masuk dalam parlemen, salah seorang pimpinan mereka bernama; As’ad Harmusy, dalam dialog langsung yang ditayangkan oleh salah satu stasiun teve di Tripoli (Libanon), ia menyatakan bahwa apa yang dituliskan olah Fathi Yakan dalam bukunya di atas adalah alasan yang tidak benar. Ia merasa heran bagaimana seorang Fathi Yakan menuliskan bahwa boleh bagi orang-orang Ikhwan melakukan pemberontakan terhadapa pemerintah, bahkan terhadap masalah-masalah akidah dan masalah-masalah agama. Ia mengatakan bahwa buku Fathi Yakan tersebut adalah hanya sebuah hasil karya 20 tahun lalu, yang memang pada masa itu gerakan Islam telah menghasilkan berbagai mata-mata dan agen-agen yang menyebar di mana-mana hanya untuk kepentingan kelompok meraka.
Di sini kita dapat melihat dengan jelas perselisihan di antara mereka. Yang lebih miris lagi, mereka semua berbicara atas nama agama. Lihat bagaimana Fathi Yakan dengan As’ad Harmusy salaing bertentangan, yang notabene keduanya adalah para pemuka di kalangan Hizb al-Ikwan. Adakah setelah 20 tahun kedepan berikutnya, pendapat di antara mereka kembali akan berubah, hingga kembali mereka saling menyalahkan di antara mereka sendiri?! La Haula Wala Quwwata Illa Billah. Lihat pula sikap ekstrim mereka dalam usaha pembunuhan terhadap Syekh Samir al-Qadli; slah seorang wakil kepala distrik utara Libanon.
Di antara sikap ekstrim berlebih-lebihan adalah apa yang telah dilakukan oleh Salman Rusydi dalam sebuah karya murahannya yang telah mecaci maki Rasulullah, para sahabatnya, dan istri-istri beliau. Ayah salaman Rusydi ini adalah seorang misionaris yang memiki hubungan kuat dengan para penjajah dari bala tentara salib. Karenayanya Salman Rusydi adalah hasil produk dari negara Inggris dan zionis internasional.
Di antara gambaran sikap ekstrim dalam masalah-masalah furu’ (masalah-masah fiqhiyyah) adalah sebagai berikut; adalah hanya mementingkan sikap-sikap zhahir semata, berusaha memegang teguh sikap tersebut, mengharamkan meninggalkannya dengan tanpa mengetahui perbedaan pendapat para ulama mujtahid dalam masalah-masalah tersebut. Seperti dalam hal memanjangkan janggut, menggunting kumis, selalu mempergunakan gamis dengan mengharamkan memakai celana, menutup wajah bagi kaum perempuan, minum harus dalam posisi duduk tidak boleh berdiri, menggunakan baku kurung besar (jilbab) lapis ke dua bagi kaum perempuan dengan keharusan menutup auratnya dengan baju lapis pertama, mengharamkan mendengar suara perempuan yang sedang ‘iddah, atau mengharamkan perempuan ‘iddah tersebut melihat kepada tubuhnya sendiri, atau mengharamkan perempuan tersebut untuk keluar rumahnya walaupun hanya ke terasnya saja, atau mengharamkannya bertemu dengan saudara kandung dari suaminya yang meninggal walaupun ada orang ketiga bersamanya, mengharamkan perhiasan bagi keum perempuan, mengharamkan sembelihan yang dipotong oleh perempuan yang sedang haidl, atau mengharamkan makanan yang disediakan oleh perempuan haidl tersebut, dan berbagai hal lainnya. Faham-fahan seamacam ini adalah faham-faham yang jelas ekstrim yang menyebabkan kepada sikap berlebih-lebihan dalam masalah agama.
Adapun kebalikan dari sikap berlebih-lebihan (al-Ifrath) adalah sikap lalai dan sembarangan (al-Tafrith). Di antara sikap lalai dalam masalah agama yang juga merupakan sikap ekstrim adalah merubah-rubah nama Allah, seperti yang dilakukan oleh sebagain orang yang mengaku ahli ajaran tasawuf. mereka mengganti nama Allah menjadi “Alla”, atau menjadi “Ah”. Dengan alasan hadits yang tidak benar, bahwa Rasulullah pernah masuk ke tempat seorang yang sedang sakit dan merintih mengatakan “Ah”, bahwa Rasulullah mendiamkan rintihannya tersebut, karana “Ah” adalah termasuk nama Allah.
Perkara-perkara eksrtim semacam ini mereka pegang dengan seteguh-tuguhnya, sementara kewajiban-kewajiban ilmiyah dan amalaiyah meraka tinggalkan. Padahal nyata-nyata apa yang mereka usahakan ini adalah perkara yang dapat mempersulit kaum muslimin dalam menjalani ajaran-ajarannya. Sementara Allah telah berfirman:
يُريْدُ اللهُ بكُمُ اليُسْرَ وَلا يُريْدُ بكُمُ العُسْر (البقرة: 185)
Allah menghendaki bagi kalian akan kemudahan, dan tidak berkenhendak bagi kalian akan kesulitan. (QS. al-Baqarah: 185).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
يُحِلّ لكُمُ الطّيّباتِ وَيُحّرمُ عليْهِم الْخَبَائث وَيَضعُ عَنهُمْ إصرَهُمْ وَالأغْلالَ الّتي كَانتْ عَليهمْ (الأعراف: 156)
Dia Allah menghalalkan bagi mereka akan segala yang baik dan mengharamkan atas mereka akan segala yang buruk, dan telah menghilangkan dari mereka akan kesulitan mereka dan segala belanggu yang ada pada mereka. (QS. al-A’raf: 156).
Dalam ayat lain firman Allah:
فإنْ تَنَازعْتُم فِي شَىءٍ فَرُدّوْهُ إلَى اللهِ والرّسُوْل إنْ كُنتُمْ تُؤمنُوْنَ باللهِ وَاليوْم الآخِر (ءال عمران: 105)
Maka jika kalian berselisih dalam satu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. (QS. Ali ‘Imran: 105).
Sebab Timbulnya Sikap Ekstrim Dan Akibatnya
Sebenarnya sebab dari adanya sikap ekstrim tidak hanya satu masalah saja. Terdapat banyak sebab yang melahirkan sikap semacam ini, dapat terkait dengan masalah personal, sosial, historis, politik dan lain sebagainya. Satu sama lain dari sebab-sebab tersebut saling berkaitan, tidak seharusnya kita hanya memperhatikan satu sebab dengan mengabaikan sebab-sebab lainnya.
Bisa pula sikap ini timbul karena adanya rasa haus terhadap kekuasaan, kepemimpinan atau pupularitas.
Dapat pula timbul akibat dari kesenjangan sosial, satu golongan masyarakat dililit dengan kemiskinan, rasa terpinggirkan, hingga karena tuntutan perut lapar. Sementara pada sebagian masyarakat lainnya bergelimang dengan kekayaan, kenikmatan serta kemewahan.
Dapat pula timbul dari akibat rusaknya sistem pemerintahan, kezhaliman dan kesewenang-wenangan mereka terhadap
hak-hak sekelompok rakyatnya.
Dapat pula timbul karena adanya unsur kesengajaan untuk memerangi ajaran-ajaran Islam dengan memutar balikan dari ajaran-ajaran sebenarnya.
Dapat pula timbul karena pemahaman yang salah terhadap teks-teks syari’at, dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits nabi, seperti pamahaman terhadap makna-makna zhahirnya yang dapat menimbulkan faham-faham bertentangan satu teks dengan teks-teks lainnya.
Dapat pula terjadi karena kesalahan mendasar dalam menuntut ilmu-ilmu agama, seperti kepada mereka yang bukan ahlinya, atau kesalahan dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
Dapat pula terjadi karena ajaran yang ditanamkan kepada mereka adalah untuk berpaling dari para ulama dan tidak mengambil pendapat mereka, hingga kemudian lahir ketidakpercayaan kepada para ulama tersebut. Hal ini terjadi karena kebiasaan mereka dalam mengambil faham-faham ekstrim yang lambat laun memberikan pengaruh kepada masyarakat sekitarnya, hingga kemudian terlahir faham-faham ekstrim yang sangat negatif dalam skala yang cukup besar. Padahal para ulama kita terdahulu yang sangat pundamental dalam keberagamaannya, mereka tidak akan pernah bergeser sedikitpun dari ajaran-ajaran Islam yang lurus, walau dengan segala rintangan dan bahaya yang mereka hadapi. Seperti imam Ahmad ibn Hanbal misalkan, sangat besar siksaan yang baliau hadapi, dicambuk, disiksa, dipenjarakan dan lain sebagainya. Namun karena rasa takutnya dari Allah dan ketakwaannya, beliau sama sekali tidak bergeser dari ajaran yang baliau yakini kepada faham-faham ekstrim.
Dari beberapa penyebab timbulnya sikap ektrim di atas, secara keseluruhan penyebab utama dari itu semua adalah karena ketidakmpanan dalam menguasai ilmu-ilmu agama. Keadaan semacam ini menjadikan adanya berbagai perselisihan, kekerasan, saling berusaha untuk memesukan ke penjara, hingga lahir faham-faham saling mengkafirkan dan berbagai teror karenanya. Kaum Khawarij terdahulu, dengan segala perselisihan hebat di antara mereka, kini di abad 20 ini telah memiliki “anak cucu” yang kembali mengembang biakan ajaran-ajaran mereka. Mereka tidak lain adalah Hizb al-Ikwan, dengan berbagai label nama yang mereka buat dengan disesuaikan dengan kondisi di mana mereka berada. Tentu akibat dari ini semua kelak adalah bahaya yang sangat besar.
Berapa banyak hak-hak manusia hidup yang telah mereka hancurkan! Berapa banyak darah dari orang-orang yang tidak ada keterkaitannya dengan masalah ini mereka alirkan! Berapa banya negara yang mereka obrak-abrik! Berapa banyak orang-orang yang berada dalam pemerintahan telah mereka bunuh! Berapa banyak pula para ulama saleh yang telah mereka siksa dan telah mereka alirkan darahnya! Ini semua tidak lain adalah akibat yang ditimbulkan dari faham-faham ekstrim.
Bersambung........
1 komentar:
Kita menghendaki kebangkitan yang diridhai Allah dan Rasul-Nya. Kebangkitan yang dibenci oleh orang-orang kafir, fasik, munafik, dan para thaghut. Kebangkitan yang membuang representasi kekufuran, kezaliman, kefasikan dan kejahatan untuk menjadikan kita sebagai sebaik-baik umat manusia, kokoh dengan pertolongan Allah dan mendapat penguatan dan bantuan-Nya.
Posting Komentar