6.2.11
Hargailah Perbedaan
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Minggu, Februari 06, 2011
Oleh: Nur Faizin Muhith*
Lebih 14 abad silam Nabi Muhammad Saw telah bersabda "Yahudi telah sengketa ke dalam 71 aliran, Nasrani cerai menjadi 72 kelompok, dan umatku pecah 73 kelompok, semua di neraka kecuali satu…". Hampir semua kitab-kitab Hadist enam (kutub sittah) meriwayatkan sabda Nabi ini, meskipun dengan redaksi yang sedikit berbeda, namun tidak begitu signifikan. Dari Hadist itu manusia seakan punya dua alternatif, tersesat dan berpetunjuk. Bila sesat maka di neraka dan bila berpetunjuk maka di surga. Dikotomi ini sangat arogan apabila yang melakukan adalah seorang fanatikus sebuah sekte. Seorang dengan mudah mendata aliran-aliran Islam beserta anggotanya lalu memasukkan selain alirannya dalam deretan aliran sesat, dengan kata lain seorang bisa men'sensus' penduduk surga dan neraka jauh lebih awal, yaitu ketika masih di dunia yang akseleratif.
Sejarah munculnya sekte dalam Islam dimulai pasca terbunuhnya Utsman Ibn Affan, stabilitas pemerintahan waktu itu terguncang hebat, Ali Ibn Abi Thalib dengan sangat terpaksa menerima baiat (pengangkatan) kaum muslimin sebagai khalifah, akan tetapi Muawiyah Ibn Abi Sufyan dan pendukungnya menolak konstitusi itu sebelum pembunuh Utsman dan alirannya dihabisi dan ketegangan pun tak bisa dihindari. Perseteruan itu akhirnya melahirkan tiga sekte besar Islam (Syiah, Sunni, Khawarij). Pada mulanya kelahiran ketiga aliran ini lebih dipicu oleh konflik politik dari pada perbedaan ideologi, sebab sebelumnya ideologi mereka sama. Waktu terus berputar, ketiga aliran itu lalu menelorkan sekte-sekte pecahan yang sulit dideteksi keberadaanya, karena kebanyakan sekte tersebut hanyalah aliran yang punya nama tapi tidak punya penganut dan identitas ideologis yang jelas.
Beberapa ulama` mencoba untuk menghitung dan mendata sekte-sekte Islam itu kemudian menjumlahnya menjadi 73, tidak lebih dan tidak kurang, mereka bermaksud menyesuaikan jumlah sekte Islam dengan kata-kata Nabi dalam Hadits di atas. Beragam apapun warna-warni aliran dalam tubuh Islam jumlahnya harus tetap 73 sekte, mereka memeras pikiran demi mencari perbedaan yang sejatinya tidak berbeda dan kesamaan yang sebenarnya sangat berbeda. Akan tetapi, manusia adalah makhluk terbatas yang tidak bisa melampaui dunianya, artinya mereka hanya bisa menjumlah sekte-sekte yang telah muncul sampai waktu kehidupannya, mereka alpa, bahwa seiring perjalanan waktu jumlah sekte Islam akan sangat berubah, berkurang atau bertambah. Mereka tidak membuka kemungkinan tenggelamnya satu sekte dan munculnya sekte baru, mereka seakan lupa bahwa fenomena pertumbuhan aliran dalam Islam adalah kenyataan yang tidak bisa dinafikan oleh siapapun dengan cara apapun.
Sederet ulama` yang berusa membatasi sekte-sekte Islam dalam jumlah 73 antara lain misalnya Abdul Qahir Al Bagdadiy (W 429 H) dalam kitabnya "Al Farq Baina Al Firaq" dalam kitabnya itu Abdul Qahir mendaftar sekte-sekte Islam yang telah ada dan sedang ada pada waktunya saja, beliau membagi sekte Khawarij ke dalam 20 aliran, sedangkan Ibnu Jawziy (W 597 H), murid Ibn Taymiyah dalam kitabnya "Talbis Iblis" membagi Khawarij menjadi 12 kelompok. Ulama` lain misalnya As Sahrastaniy dengan "Al Milal wa Nihal"nya yang sangat masyhur itu, juga melakukan usaha yang sama, dan lain sebagainya. Mereka lupa bahwa dengan masih dibukanya pintu berijtihad serta semangat membawa Islam untuk relevan sepanjang zaman adalah faktor yang memupuk tumbuh-kembangnya aliran dan pola pikir dalam Islam oleh generasi mendatang. Usaha mereka untuk membatasi sekte-sekte Islam dalam jumlah 73 saja, lalu klain sesat mereka terhadap aliran atau kelompok yang bukan kelompoknya adalah sama saja dengan penjaringan para calon penduduk neraka.
Namun, adalah sangat disayangkan apabila usaha hitung-menghitung sekte-sekte sesat dan kafir ini ternyata digemari dan dilakukan dari masa ke masa bahkan sampai sekarang. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa perjalanan sejarah umat Islam belum selesai dan akan terus berjalan, sehingga mungkin sekali satu sekte Islam sirna ditelan masa, namun akan ada sekte-sekte lain yang baru dan jumlahnya lebih banyak. Kebebasan berfikir, berijtihad, berkelompok tidak bisa dicegah begitu saja dengan melakukan 'sensus' aliran sesat, sebab perkembangan dan perubahan itu adalah kelaziman umat Islam sebagai manusia yang menghargai akal serta kemampuan daya pikirnya, manusia yang diperintahkan Tuhannya menggunakan akal pikirannya. Dan inilah pluralitas yang harus kita sadari dan kita terima.
Reveiw atas Hadist di atas saya kira perlu, apakah benar angka 73 dalam Hadits itu dimaksudkan Nabi sebagai jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang (?). Kalau kita membaca Alquran dan mengenal bahasa dan satra Arab, maka kita akan mendapati beberapa kalimat bilangan (`adad) yang tidak dimaksudkan menunjukkan jumlah angka tertentu, akan tetapi menunjukkan jumlah yang mungkin kurang atau lebih dari angka yang disebut. Misalnya kalimat sab`atu abhur (tujuh lautan) dalam QS. Luqman 27, sab`ina marrah (tujuh puluh kali) dalam QS. At Taubah 8 dll. Dalam Hadits misalnya Hadits "Al quran diturunkan dengan tujuh huruf" dll. Angka 7 dan 70 dalam Alquran dan Hadits di atas bukanlah bilangan yang dimaksudkan menunjukkan jumlah 7 atau 70 saja, akan tetapi untuk menunjukkan jumlah yang besar atau banyak, bisa 6, 7, 8, 9 atau ,60 70, 80 dst.
Nah, membatasi jumlah sekte-sekte Islam yang muncul sejak tahun 40 Hijriyah sampai zaman sekarang -dan yang akan datang- hanya kedalam 73 sekte saja -tidak lebih dan tidak kurang -adalah merupakan usaha atau pekerjaan yang sia-sia, kalau bukan pekerjaan yang salah. Sebanyak apapun sekte dalam Islam, toh bilangan dalam Hadits di atas sangat mungkin tidak dimaksudkan Nabi untuk membatasi jumlah sekte hanya dalam 73 saja, sekte Islam bisa kurang dari 73 dan bisa juga lebih.
Kita juga perlu melihat Hadits di atas dari dimensi kaca mata dakwah. Dalam dakwah Islam, umat Nabi Muhammad Saw. terbagi menjadi dua; pertama, ummat ijabah (kaum beriman dan sudah masuk Islam) dan kedua, ummat dakwah (belum beriman dan belum masuk Islam). Kedua umat ini sama-sama disebut dan tergolong umat Muhammad. Jadi apabila kita memahami 73 sekte dalam Hadits di atas memakai kaca mata dakwah ini, maka Islam dengan segenap aliran, sekte, kelompoknya adalah satu agama atau agama yang satu. Umat Islam di sini -lengkap dengan segenap sekte, aliran, pola pikir yang dianutnya- adalah umat Muhammad Saw yang dihitung satu, Muslimin (ummah ijabah) adalah satu umat (ummah wâshidah) dari 73 aliran umat Muhammad Saw, sementara yang lain adalah yang belum memeluk Islam (ummah dakwah). Umat Islam adalah satu kesatuan sejauh mereka tetap dalam bendera dua kalimat syahadat.
Kesadaran bahwa umat Islam adalah satu kesatuan ini sangat penting untuk dipahami, terutama zaman sekarang, di mana pada saat umat Islam ingin menanamkan pluralisme dalam beragama, ingin merangkul semua agama dengan semangat lintas agama, namun justru stabilitas internal dalam tubuh Islam sendiri terkoyak-koyak seakan tak bisa diredam lagi, antar umat Islam saling mengharamkan sembelihannya dan menghalalkannya disembelih. Tentu ini adalah kondisi yang sangat timpang, ibarat tukang batu yang ingin merehabilitasi bagian luar akan tetapi bagian dalamnya keropos tak karuan.
Hadits di atas diriwayatkan dari Nabi oleh Abu Hurairah, Ibnu Amar, Anas Bin Malik, Ibn Amr, dan Muawiyah Bin Abi Sufyan, hampir semua kitab hadits enam menyebutkan Hadist itu. Hadits itu juga telah lulus seleksi para pakar Ilmu Hadits dengan ilm jarh wa ta`dil' nya sebagai sebuah Hadits yang sahih (diterima). Sahih adalah kedudukan hadits yang mencukupi untuk dijadikan sebagai sumber hukum dalam masalah-masalah selain Aqidah (Syariat, Akhlak, Sejarah dll.).
Namun yang perlu diingat adalah, Hadist ini tidak Hadist mutawatir yang sah menjadi
rujukan dalam masalah Aqidah. Bahkan, Imam Abu Muhammad Ibn Hazm dalam Al Fashl Fil Milal Wal Ahwa` wan Nihal menilai Hadits tersebut sebagai Hadits yang tidak sahih, artinya hadits itu tidak bisa diterima keabsahannya sebagai perkataan Nabi dan apalagi sebagai sumber masalah-masalah keyakinan seperti masalah sesat dan tidaknya sebuah aliran Islam, berhak dan tidak berhak masuk surga dst.
Sebenarnya kedudukan hadist sahih dalam masalah-masalah Syariat pun masih dipertentangkan. Dan apalagi menurut kelompok yang mempertanyakan keabsahan sunnah
atau hadist secara keseluruhan sebagai sumber kebenaran yang absolut. Kesombongan sekte yang menuduh sesat kelompok lain, lalu mendaftarnya dalam jumlah penduduk neraka serta keengganan mereka untuk berdialog bersama, sudah sepatutnya tidak diwarisi. Biarkan sejarah sekte-sekte yang saling menyesatkan menjadi penyesalan orang-orang sekarang, jangan sampai penyesalan itu terjadi lagi, karena sesengit apapun kita mengklaim sesat sebuah aliran Islam, sejarah tetap akan mencatat sekte itu sebagai sekte Islam.
Dan yang lebih penting disadari adalah, kesalahan memahami Hadist di atas lalu memastikan bahwa kelompoknya sebagai satu-satunya aliran yang berpetunjuk dan berhak masuk surga Allah Swt, Tuhan seluruh umat Islam. Bagi kelompok yang berpola pikir lintas agama dan ingin merangkul semuanya ke dalam kesatuan bangsa yang damai dan sejahtera, perlu kiranya kembali merabah dan berkaca di depan cermin multidimensi seraya bertanya sudahkah saya selesai memunguti lalu menyusun serpihan pecahan sekte-sekte Islam yang tersebar berantakan dalam tubuh kalian sendiri, sudahkah kalian menemukan kesepakatan bersama yang diterima oleh segala pihak secara islami dan demokratis. Jangan-jangan kalian melebur dengan agama lain tanpa bisa menjaga kesatuan internal dalam tubuh umat Islam sendiri?!.
*Penulis adalah santri "sak peguron" Gus Dur dari Pon Pes Langitan Widang Tuban Jatim, sekarang menjadi Santri Universitas Al Azhar Kairo Mesir.
wallaahu a'lam....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar