15.5.10

Kilau Bintang di UN,Peluang Untuk Fitrian Dwi Rahayu



Momen membanggakan yang dicatat oleh Fitriyan Dwi Rahayu, siswi SMP Negeri 1 Karanganyar, Kebumen saat mendapat telepon dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan representasi bagi para murid berprestasi untuk meraih kesempatan yang eksepsional.
Dengan angka rata-rata 9,95, Fitriyan adalah satu dari tiga peraih nilai tertinggi Ujian Nasional 2010 setingkat SMP.Tetapi bukan hanya momentum itu yang sesungguhnya penting di balik kisah anak-anak berprestasi dan mereka yang terpuruk.
Penting digarisbawahi, Fitriyan termasuk di antara banyak siswa yang membutuhkan suntikan biaya untuk melanjutkan studinya ke tingkat lebih lanjut, dan pemerintah baik Pemkab Kebumen maupun Pemprov Jawa Tengah sudah memberi jalan keluar untuk itu.
Kita tahu, banyak siswa pintar dan berbakat yang berada dalam taraf kehidupan seperti Fitriyan.
Ketergerakan beberapa pihak, baik pemerintah maupun swasta dan perseorangan menjadi bagian dari efek yang digerakkan oleh pemberitaan media. Prestasi dan bakat, lalu bagaimana memberi peluang untuk berkembang, yang tentu membutuhkan topangan biaya.Tiga frasa yang saling mengait itu merupakan rangkaian konsekuensi dalam penyiapan dan pengembangan sumberdaya manusia unggul Indonesia.
Perhatian Presiden, dengan memberi kesempatan berbincang-bincang dan menyampaikan ungkapan hati patut ditangkap sebagai isyarat pengakuan dan penghargaan, karena anak-anak itu dipandang sebagai generasi bertalenta. Pada sisi lain, di tengah ingar-bingar publikasi mengenai anak-anak berprestasi itu, perhatian kepada mereka yang kurang beruntung juga tak boleh dilalaikan. Tidak sedikit siswa yang belum berhasil lulus dan harus mengulang ujiannya.
Persoalannya tentu beraneka, dan boleh jadi bersifat individual. Kepada mereka itu, bagaimana kesempatan dan jalan di depan harus disiapkan? Lewat jalur atau wadah seperti apa anak-anak yang kurang beruntung itu diberi peluang untuk bisa berkembang dan membina dirinya?
Ketika infrastruktur pendidikan terpenuhi, fasilitas sekolah tercukupi, mekanisme belajar-mengajar terjalani, semua memang tidak bisa dipaksakan menghasilkan produk siswa dengan kemampuan setara, lalu suatu sekolah meluluskan 100 persen siswanya.
Terdapat beragam persoalan individual yang kompleks, tidak bisa disamaratakan, sehingga pendekatan-pendekatan klasikal tidak selalu bisa menjawab kehendak penyetaraan. Sekolah, dalam konteks ini sering hanya menjadi semacam ”fasilitator”. Dari gambaran-gambaran seperti itu, perhatian khusus kepada para siswa pintar hakikatnya bisa dimaknai sebagai ikhtiar membangkitkan semangat berlomba agar para siswa berkesempatan mendapat momen langka yang serupa.
Kita percaya, banyak anak berbakat dari berbagai daerah, dan paparan hasil Ujian Nasional tahun ini mestinya cukup memandu otoritas-otoritas pendidikan kita untuk makin mendorong penyetaraan akses, infrastruktur, dan fasilitas sekolah-sekolah di pelbagai pelosok Tanah Air.
(Tajuk Rencana,Suara Merdeka 13 Mei 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!