11.4.10
Oleh oleh 100 Hari Wafatnya Sang Seniman
Posted By
Abdurrahman Haidar
On
Minggu, April 11, 2010
Acara tahlilan dan doa untuk almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di rumah keluarga di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (10/4) malam, diramaikan oleh penampilan ki dalang Slamet Gundono dengan wayang suketnya. Wayang kali ini mengambil lakon “Semar Pucung”.
Slamet mengisahkan, Gus Dur bermimpi bercerita kepadanya bahwa ia pernah bermimpi bertemu dengan Semar, sosok rakyat jelata dalam cerita pewayangan yang beranggota badan serba besar dan tidak sempurna, namun selalu memberikan nasihat.
Semar memberikan kepada Gus Dur, “Dur kon kuwi seng adil, ojo mbelani Islam seng ngulon tok, Islam wetan yo belanono!” Demikian dikisahkan Slamet Gundono dalam bahasa Jawa-Tegal.
Artinya kurang lebih, Semar berpesan agar Gus Dur tidak hanya membela Islam yang datang dari arah barat (Makkah) tetapi juga Islam yang berasal dari arah timur berupa tata nilai dan budi pekerti.
Namun cerita itu bukan lakon “Semar Pucung” yang sebenarnya. Slamet Gundono yang bertubuh gendut, dia menyebut bobotnya 350 KG, terus membawakan lakon Semar Pucung yang sebelamnya sampai tengah malam, diselingi humor dan sindir sana-sini.
Beberapa jamaah tahlilan tampak menikmati pertunjukkan wayang Slamet Gundono, namun beberapa Kiai tidak menyaksikan wayang sampai selesai dan satu persatu meninggalkan tempat acara.
Sebelumnya tahlilan untuk mendoakan Gus Dur dipimpin oleh KH Nur Kholis dari Jepara. Doa dipimpin oleh KH Said Aqil Siradj, Habib Abu Bakar bin Hasan Al-Athos, dan KH Nasaruddin Umar secara berantai.
Beberapa kiai dan santri dari sejumlah daerah, para tokoh, politisi dan pejabat hadir dalam acara ini. Tahlilan untuk Gus Dur di Ciganjur juga dihadiri sejumlah budayawan, seniman dan tokoh lintas agama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar