11.7.10

KH.Hasyim Muzadi: Beda,Terorisme Dan Perjuangan Kemerdekaan


Sekjen Konferensi Cendekiawan Islam Internasional KH Hasyim Muzadi,pada Sabtu (10/7) kemarin, bertolak ke Kairo, Mesir untuk mempresentasikan persoalan terorisme, akar masalah dan solusinya,dalam forum Workshop Internasional Timur Tengah dan Afrika. Workshop ini menjadi penting karena opini dunia masih mengaitkan fundamentalisme, ekstrimisme,serta terorisme dengan kawasan Islam Timur Tengah.

Sebelum terbang ke Kairo,Kiai Hasyim mengatakan ada hal yang harus diklarifikasi terkait terorisme atau kekerasan berkarakter agama. Menurutnya, agama bukan pemicu kekerasan. Jika terjadi kekerasan berkarakter agama,maka kemungkinannya adalah kesalahan dalam memahami agama atau kesengajaan mengatasnamakan agama untuk menjustifikasi kekerasan yang dilakukan.
“Yang kedua,dunia Barat harus membedakan antara terorisme dengan perjuangan kemerdekaan,”
kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta.

Perjuangan yang dilakukan rakyat Palestina tidak bisa disebut sebagai aksi terorisme.
Pada bagian lain Hasyim mengatakan, workshop yang digelar Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Timur Tengah bersama 25 ilmuwan Timur Tengah itu juga akan membicarakan sinergi dan kemitraan ilmuwan Timur Tengah dan Afrika dalam membangun Indonesia.

Workshop diikuti anggota PPI dari Mesir, Sudan, Maroko, Libya, Tunisia, Aljazair, Afrika Selatan, Lebanon, Yordania, Syria, Pakistan, India, Iran, Arab Saudi, Yaman, dan Turki.

Menurut kiai Hasyim, untuk mensinergikan ilmu, khususnya ilmu keislaman dari Timur Tengah dengan Indonesia, harus diperhatikan betul kondisi yang melingkupi masing-masing kawasan.
Bagi Hasyim, jelas ada perbedaan antara pemahaman dan pelaksanaan nilai keislaman di Timur Tengah yang mono agama dengan di Indonesia yang merupakan negara multi agama. “Kondisi pluralitas Indonesia haruslah diperhatikan benar-benar. Bukan Islamnya yang diubah karena Islam di dunia hanya satu, namun wawasan serta tata laksana nilainya yang harus di-Indonesiakan, ” ungkapnya.

Hal itu, lanjut Hasyim, bukan hanya berlaku bagi pelajar Indonesia yang menimba ilmu di Timur Tengah, namun juga bagi mereka yang belajar di dunia Barat yang liberal dan sekuler. “Ekstremisasi dan liberalisasi bukanlah solusi, karena solusinya adalah moderasi,” imbuhnya.(dutamasyarakat.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Get this blog as a slideshow!